Kreativitas Calon Pangeran-Putri LH 2005 Mempresentasikan Proyek Tampil dengan Bahasa Inggris, Akhiri dengan Tembang Jawa
Kreativitas peserta penganugerahan Pangeran & Putri Lingkungan Hidup 2005 tidak terbatas pada jenis proyek lingkungan yang mereka garap saja. Tetapi juga kepiawaian para remaja itu dalam mempresentasikan proyeknya secara kreatif.
Christina Sandi Tjandra tampak begitu percaya diri saat tampil mempresentasikan proyek lingkungannya di depan juri Penganugerahan Pangeran & Putri Lingkungan Hidup 2005 di Klub Tunas Hijau, Gedung Kwarda Jatim, Minggu, 27 Maret 2005. Bajunya yang merah seakan menunjukkan semangatnya yang menyala-nyala. Sambil memperhatikan para ’rival’-nya yang sedang tampil, sesekali Christina melirik makalah yang digenggamnya di tangan.
Makalahnya itu berjudul Saving The Sribombok and Their Habitat from Extinction. Tak hanya judulnya yang berbahasa Inggris, isi makalahnya pun full English. Dan, pasti, gadis asal Malang ini mempresentasikan makalahnya juga dalam bahasa Inggris yang cukup fasih.
Dengan runtut, Christina menuturkan bahwa burung sribombok kini di ambang kepunahan. Di Malang, kata dia, jumlahnya sekarang tinggal tak lebih dari seratus ekor. ”Burung ini habis karena banyak diburu orang lantaran dagingnya enak,” tutur siswa Bina Bangsa School Malang ini.
Sayangnya, lanjut Christina, sribombok adalah burung yang lemah. ”Mereka tidak bisa hidup terkurung,” katanya. Bila dipelihara di dalam sangkar, sribombok akan cepat stress dan kemudian sering melakukan aksi mogok makan. ”Inilah salah satu faktor yang menyebabkan burung ini cepat punah,” katanya.
Christina kemudian menuturkan upayanya untuk mencegah kepunahan burung langka itu. Salah satunya dengan menyebarkan brosur ke beberapa sekolah di Malang. ”Saya ingin agar suatu saat nanti sribombok juga menjadi maskot Kota Malang,” kata cewek kelahiran 16 September 1990 ini.
Saat presentasi itu, Christina juga membawa gambar karikatur sribombok. Bentuknya mirip dengan tokoh film kartun Woody Woodpecker, si burung pelatuk cerdik.
Yang unik, menjelang mengakhiri presentasinya, Christina tiba-tiba nembang Jawa. ”Te kate dipanah, dipanah ngisor telaga, ana manuk onde-onde, mbok sribombok mbok srikate.” Juri maupun pengunjung pun terkesima dan memberikan aplau atas kreativitas Christina.
”Lagu ini bukti bahwa sribombok pernah sangat populer di masa lalu,” pungkasnya dengan manis.
Menyajikan makalah dalam Bahasa Inggris bagi Christina bukan untuk bergaya. Dia memang bercas cis cus memakai bahasa internasional itu. Maklum, mamanya, Siusana Kweldju, adalah dosen bahasa Inggris di Universitas Negeri Malang. ”Di rumah saya selalu ngomong Inggris. Kan kursus gratis dari mama,” katanya. Selain itu, di sekolahnya juga menggunakan pengantar bahasa Inggris untuk komunikasi.
Christina memang mempesona dengan penampilan bahasa Inggrisnya. Tetapi ada juga peserta yang mencuri perhatian dewan juri yang terdiri dari Yusie Rossita, Mochamad Zamroni, dan Arif Eko Wahyudi. Salah satunya Firdo Alhamda, siswa SD Integral Luqman Al Hakim Surabaya.
Siswa bertubuh kecil ini tampil dengan penuh semangat dan tak kalah bernyalinya dengan Christina. Saat maju ke depan, sambil berjalan Firdo berkata, ”Ayo ikuti saya. Salam Hijau!” Para penonton pun mengikuti ajakan Firdo sambil tertawa.
Pada presentasi itu, Firdo mengangkat topik Pemanfaatan Lahan Sempit di sekolah untuk TOGA. ”Selain lahan jadi hijau, tanaman itu dapat bermanfaat untuk kesehatan,” kata bocah berkaca mata itu.
Marisa Tania, peserta yang lain, tak mau kalah. Siswa SMP Kristen Petra 5 Surabaya itu membuat proyek bertajuk Penyosialisasian Sumber Pencemar Kalimas. Saat tampil, Marisa mengemas proyeknya dalam bentuk multimedia. Dia membuat video berisi beragam komentar masyarakat tentang Kalimas dan sumber pencemarannya. Video itu juga menggambarkan Sungai Code di Jogjakarta, sungai yang dijadikan proyek percontohan bagi Marisa.
Tien Marnila Dian Rukmana juga tampil dalam format multimedia. Dia membawa video bertema manajemen pengolahan sampah. Video itu benar-benar menunjukkan aktivitas pengelolaan sampah di sekolahnya. Mulai dari pemilahan sampah hingga pengolahannya.
”Sampah kering dijadikan aneka kerajinan, sedangkan sampah basah kami jadikan kompos,” kata Tien.
Saat tampil, Tien juga membawa beberapa contoh benda kerajinan dari bekas sampah di sekolahnya. Mulai bunga anggrek berbahan sedotan, tas plastik hingga pot dari gelas air mineral.
”Selain punya proyek menarik, mereka juga mampu menyajikannya dengan apik, kata Yusie Rossita – salah satu juri. Tak heran, anak-anak itu mampu lolos seleksi tahap II yang digelar pada 24, 26 dan 27 Maret 2005. Seleksi ini meloloskan 50 anak, 27 calon Putri Lingkungan Hidup dan 23 calon Pangeran Lingkungan Hidup. Selanjutnya mereka harus mengikuti seleksi tahap III di Klub Tunas Hijau. Seleksi ini berupa debat, wawancara, dan workshop pembuatan media komunikasi proyek lingkungan hidup.