Pangeran & Putri Lingkungan Hidup 2005 Marisa Teruskan Proyek, Happy Laris Beri Penyuluhan
I Dewa Putu Adhika Happy Putra dan Marisa Tania sejak 24 April 2005 terpilih sebagai Pangeran dan Putri Lingkungan Hidup 2005. Tapim pencapaian gelar itu tak menghentikan proyek lingkungan hidup yang mereka kerjakan selama ini.
Semangat Marisa masih menyala-nyala beberapa hari setelah terpilih, terutama ketika menjelaskan soal proyek lingkungan hidup yang mengantarkannya terpilih menjadi Putri Lingkungan Hidup 2005. ”Tapi, saya bikin proyek ini bukan untuk kepentingan pemilihan ini saja, lho,” katanya.
Dalam even itu, siswi kelas 2 SMP Petra 5 ini mengusung proyek Penyosialisasian Sumber Pencemar Kalimas. Untuk mengkonkretkan proyek ini, Marisa banyak mendapat bantuan anak-anak stren kali di daerah Keputran. Ada sekitar 40 anak yang menjadi binaan gadis kelahiran 31 Agustus 1991 ini.
Anak-anak stren kali tersebut diberi penyuluhan tentang bahaya polusi air, diajari penghijauan, dan dididik untuk berperilaku lebih baik terhadap lingkungan. Misalnya, budaya membuang sampah di tempat yang benar, bukan ke kali seperti selama ini.
Marisa menegaskan bahwa proyeknya itu bukan semata-mata karena ia ingin menjadi Putri Lingkungan Hidup. ”Even itu bukan tujuan utama saya,” tutur Marisa. Dia mempunyai tujuan jangka panjang dengan membangun lingkungan Kalimas menjadi lebih baik.
Untuk itu, serangkaian rencana kegiatan sudah disusunnya. Salah satunya dia akan mengajak anak-anak yang tinggal di pinggir kali itu untuk menjadi pelopor dalam pelestarian lingkungan, khususnya di sungai. Caranya dengan membentuk kelompok penjaga sungai dari pencemaran lingkungan. Kelompok itu nantinya dipimpin dan dikerjakan oleh anak-anak sendiri. ”Harapannya, lewat kelompok itu mereka akan lebih mencintai lingkungannya,” ujar Marisa.
”Saya juga berencana mengurus izin untuk membangun tempat MCK (mandi, cuci, kakus) di lokasi proyek saya itu,” kata Marisa. Dia akan menghidupkan suasana pinggir sungai Kalimas menjadi kawasan yang bermanfaat bagi warganya. Misalnya dengan menanam toga (tanaman obat keluarga).
Itulah impian sederhana yang tertanam di kepala remaja 14 tahun itu. ”Syukurlah, banyak yang mendukung cita-cita ini,” tutur putri pasangan Tan Leonardus dan Lily Kweldju ini.
Marisa mengaku sempat menghadapi berbagai rintangan ketika memulia mengerjakan proyek itu. Salah satunya menyangkut pola pikir warga yang sulit bergerak bila tidak diberi hadiah. Tapi, lama-kelamaan sikap itu berubah dan mulai menyadari arti penting pelestarian lingkungan seperti yang digembar-gemborkan Marisa. Sehingga ketika Marisa membagikan bibit pohon mangga untuk penghijauan di pinggir kali, dengan senang hati warga memanfaatkannya. Marisa menegaskan akan meneruskan proyek itu sampai misinya tercapai. Bahkan, bersama kawan-kawan di sekolahnya, dia sedang merancang proyek semacam di lingkungan sekolah. ”Mudah-mudahan bisa terealisasi,” tuturnya.
Atas prestasinya menjadi Putri Lingkungan Hidup 2005, Marisa berhak mendapatkan kesempatan menghadiri even lingkungan hidup di Negeri Sakura, Juli mendatang. Bersama Pangeran Lingkungan Hidup 2005 I Dewa Putu Adhika Happy Putra, Marisa akan mengikuti Children’s World Summit on the Environment 2005, even yang diikuti para aktivis lingkungan hidup dari berbagai negara. Karena itu dia tak akan menyia-nyiakan kesempatan emas itu.
Happy tak mau kalah antusias dalam melanjutkan proyek lingkungan hidupnya. Pada pemilihan kemarin, ABG 13 tahun ini mempresentasikan proyek lingkungan berjudul Pemanfaatan Bonggol Pisang untuk Keripik. Dia mengaku ide proyeknya itu diperoleh secara tak sengaja. Anak tunggal pasangan I Dewa Putu Astadi Putra dan Dwi Indah Subekti ini kebetulan kerap memperhatikan kebiasaan neneknya di Bali yang memanfaatkan pelepah pisang yang asih segar sebagai obat boreh untuk luka.
Menurut Happy, pohon pisang tergolong tanaman multiguna. Hampir semua bagiannya berguna kecuali bonggolnya. ”Saya lalu terpikir untuk memanfaatkan bonggolnya agar ikut berguna,” terang siswa SMP Petra 3 Surabaya ini.
Setelah ditimbang-timbang, akhirnya Happy tertarik untuk membuat keripik bonggol pisang sebagai proyek pemanfaatan lingkungan itu. Maka, begitu semua siap, Happy lalu mulai melakukan uji coba. Kebetulan di halaman rumah Happy di Kutisari terdapat banyak pohon pisang yang bisa dimanfaatkan. Sehingga dia tidak kesulitan mencari bahan baku bonggol pisangnya. ”seharian saya melakukan uji coba,” katanya.
Percobaan pertama memang tak berjalan mulus. Happy baru mendapatkan hasil memuaskan setelah menghabiskan tiga bonggol pisang.
”Rasanya enak, mirip seperti keripik gadung. Teman-teman kantor saya suka,” ujar ayah Happy, I Dewa Putu Astadi Putra.
Tak hanya itu, Astadi juga mengirimkan keripik itu ke orang tuanya di Bali dan mertuanya yang tinggal di Jombang. Setelah yakin dengan hasil jerih payahnya itu, Happy kemudian mencoba menyosialisasikan pembuatan keripik ini kepada para pedagang kaki lima di Jombang. Dan seperti biasa, awalnya usaha ini tak mendapat sambutan baik. Namun, lama kelamaan, para pedagang kaki lima justru yang mendatangi rumah Happy untuk berguru. Bahkan, kini beberapa koperasi di Madiun meminta Happy datang untuk memberikan penyuluhan kepada para anggotanya.