Baru kali ini kantung ajaib Doraemon tak berfungsi. Tapi, jangan kaget, itu semua hanya ada di panggung boneka fantasia yang berlangsung di SDN Kedurus VI/433, Jumat 10 Februari 2006. Kali ini, empat tokoh kartun anak-anak, Doraemon, Mini, Miki dan Bebek memberi penyuluhan tentang kebersihan di depan murid kelas 5 dan 6.
Sosialisasi ini merupakan program Dinas Kebersihan dan Pertamanan (DKP) Kota Surabaya bekerja sama dengan Klub Tunas Hijau. ”Lokasi sekolah ditetapkan DKP dan kami hanya menjadi pelaksana. Hari ini adalah penyuluhan yang pertama kali,” kata Arif Dwi Saptomo, koordinator penyuluhan Klub Tunas Hijau, yang turut berpartisipasi sebagai pemain cerita boneka sebagai Miki.
Miki dan Mini kali ini bukanlah pasangan kekasih tapi sebagai kakak beradik yang hobi menanam bunga dan membuat kompos. Doraemon menjadi seorang anak nakal dan malas menjaga kebersihan lingkungan sekitar. Doraemon selalu membuang sampah di sembarang tempat. Dia tak pernah membersihkan sampah-sampah yang berserakan di sekitarnya. Tak heran bila Doraemon terserang penyakit Demam Berdarah (DB). Apa sebabnya? Selokan di depan rumah Doraemon macet karena sampah. Untungnya, teman-teman segera sigap membantu Doraemon yang tidak didampingi Nobita.
Bersamaan dengan penyuluhan, SDN Kedurus VI menerima bantuan tempat sampah plastik dua warna yaitu kuning dan biru dari DKP. Biru untuk sampah organik dan kuning untuk sampah non-organik. DKP juga membagikan stiker-stiker pesan kebersihan dan pepohonan kepada para siswa tersebut.
”Kebiasaan memungut sampah dan plastik-plastik bekas pembungkus juga disosialisasikan kepada anak-anak,” kata Yusie Rossita, koordinator pendidikan lingkungan hidup Klub Tunas Hijau.
Kemudian, aktivis Klub Tunas Hijau menjelaskan soal jenis-jenis sampah yang terkumpul. Bukan itu saja, solusi mencari wadah pengganti plastik pembungkus es juga disampaikan. ”Kita kan dapat memakai gelas tanpa harus memperbanyak plastik pembungkus, yang ujung-ujungnya dibuang juga,” kata Yusie Rossita.
Penyuluhan tentang kebersihan ini dilaksanakan pula di tingkat SMP. Bedanya, bukan panggung boneka yang dimainkan, tapi akan lebih banyak dengan audio visual.
|