KTH TALKSHOW BANJIR DI RADIO KOSMONITA MALANG

Banjir adalah peristiwa meluapnya air sehingga menggenangi suatu kawasan. “Banjir seringkali terjadi pada saat hujan, namun pernah juga terjadi pada saat tidak hujan,” kata Mochamad Zamroni, aktivis senior Klub Tunas Hijau, saat menjadi narasumber pada talkshow tentang Banjir di Radio Kosmonita Malang, 9 Januari 2007.

Menurut Zamroni, banjir adalah suatu bencana. Namun, seiring dengan perkembangan jaman yang terus membangun, banjir lebih sering disebut sebagai bencana manusia dan bukan bencana alam. Sangat berbeda antara banjir sebagai bencana alam dan bencana manusia. Banjir dapat disebut sebagai bencana alam jika diawali dari hujan deras selama berhari-hari. Namun, kenyataannya, sangat jarang pada jaman seperti sekarang ini terjadi hujan deras sampai berhari-hari. Yang sering terjadi hanya hujan deras selama 1 – 3 jam yang lantas menyebabkan banjir.

Banjir yang belakangan ini, menurut Zamroni, sering terjadi di hampir tiap kota lebih disebabkan oleh adanya yang salah pada proses pembangunan yang terjadi. Entah itu karena banyaknya pembalakan atau penebangan pohon liar yang tanpa perencanaan optimal, banyaknya daerah resapan yang berubah fungsi menjadi bangunan, saluran air (selokan dan sungai) yang tidak berfungsi optimal.

”Di daerah perkotaan, banjir sering disebabkan oleh banyaknya daerah resapan yang telah berubah menjadi bangunan dan saluran air (selokan dan sungai) yang tidak berfungsi optimal,” kata Zamroni. Saluran air (selokan dan sungai) yang mampet karena tumpukan sampah non-organik seringkali terjadi. Hal ini disebabkan kebiasaan masyarakat membuang sampah yang masih tidak pada tempatnya.

Belum lagi system drainase atau pengairan kota-kota di Indonesia yang cukup tidak baik. Dengan system drainase seperti sekarang ini, yang saluran dari tiap rumah langsung menuju ke selokan dan sungai tanpa ada pengendapan terlebih dahulu, menyebabkan akan terus terjadi pengendapan selokan dan sungai dalam waktu dua bulan. Pengendapan tersebut akan semakin bertambah tinggi dan akhirnya mengurangi volume atau daya tampung selokan dan sungai.

Dengan system drainase seperti sekarang ini, sebenarnya mengharuskan kita untuk melakukan kerja bakti atau upaya pembersihan selokan dan sungai empat sampai enam kali dalam setahun.

Pada talkshow bulanan kerjasama antara Radio Kosmonita Malang, Nadya Women Center dan Klub Tunas Hijau itu, Zamroni menegaskan bahwa ada banyak cara yang sebenarnya bisa dilakukan bersama untuk mencegah terjadinya banjir. Diantaranya dengan sedapatnya mempertahankan daerah resapan yang masih ada atau bahkan menambahnya. Akan lebih baik lagi jika daerah resapan tersebut dimanfaatkan dengan ditanami pohon-pohon pelindung. Daerah resapan adalah suatu bidang tanah dimana air dapat terserap masuk kedalamnya.

”Cara lain yang bisa dilakukan untuk mencegah terjadinya banjir adalah memastikan setiap saluran air (selokan dan sungai) berfungsi optimal,” kata Zamroni. Zamroni menegaskan bahwa indikator optimal ini adalah tidak ada lagi sampah non organik yang menyumbat atau mengapung di atas saluran tersebut, dan juga tidak ada lagi endapan di selokan dan sungai tersebut.

Selain dengan melakukan pengerukan secara rutin dua bulan sekali, pengendapan selokan atau sungai dapat juga dicegah dengan melakukan penyaringan terlebih dahulu air buangan dari dapur atau toilet setiap rumah. Pastikan jangan sampai ada sampah organik seperti nasi, sayuran dan sisa dapur lainnya yang ikut terbuang ke selokan. Sampah organik sebaiknya diolah menjadi kompos yang bisa dilakukan dengan cara sederhana di tiap rumah. (roni)