Kehidupan Sosial Masyarakat Australia Barat yang Harmonis

Sabtu, 12 Mei 2007 adalah hari terakhir rombongan Tunas Hijau di Australia. Di hari terakhir ini tidak ada program lingkungan hidup yang dilakukan oleh rombongan. Kegiatan yang dilakukan hari terakhir itu hanya kunjungan sosial dilanjutkan perjalanan ke bandara udara internasional Perth.

Pagi hari rombongan menuju ke makam Almarhum Endro Swasoko, mantan Wakil Konsul Indonesia di Perth. Makam itu letaknya di pinggiran Perth. Kondisi makam umum di Perth berbeda dengan kondisi makam umum di Indonesia. Makam umum di Perth dibagi dalam beberapa blok menurut agama yang dianut masyarakat Perth. Luasan masing-masing blok pun disesuaikan dengan jumlah penganut agama tersebut.

Kesan menyeramkan pun tidak tampak sama sekali di makam umum itu. Yang ada memang kesan mewah seperti layaknya bukan tempat bersemayam orang-orang yang sudah meninggal dunia. Cukup bersih dari sampah yang berserakan dengan beberapa pohon yang tumbuh segar di atas hamparan tanah permukaan yang berwarna putih. Memang suasananya sepi, karena cukup jarang orang yang berkunjung ke makam umum tersebut.

Selesai berdoa di makam, rombongan pun lantas menyaksikan pertandingan hockey antar sekolah di salah satu sudut Kota Perth yang tidak jauh dari Kota Fremantle. Dari menonton pertandingan hockey antar sekolah ini bisa disimpulkan bagaimana masyarakat Australia Barat memiliki kehidupan sosial yang harmonis.

Rumah mereka memang saling berjauhan, tetapi ketika saling bertemu mereka saling bertegur sapa dan senyum yang ’dilemparkan’ pun diikuti dengan rasa empati. Hari Sabtu dan Minggu pun benar-benar digunakan untuk acara keluarga dengan acara santai.

Kesimpulan ini pun dibenarkan oleh Herry, suami penasehat Tunas Hijau Dra. Rachmah Ida, MA, P.hD yang sudah lebih 6 tahun menetap di Australia. “Masyarakat Australia Barat adalah cerminan kehidupan umat beragama yang sebenarnya. Juga cerminan kehidupan masyarakat Pancasila, meskipun mereka tidak memiliki Pancasila,” kata Herry yang ikut menyertai rombongan pada hari terakhir itu.

Herry lantas menceritakan bagaimana orang tua harus peduli terhadap anak-anak mereka dalam kehidupan sehari hari. Tidak ada istilah anak dijemput oleh pembantu atau sopir ketika pulang sekolah. “Jika demikian halnya maka pihak sekolah dan orang tua anak yang lain akan dengan serta merta menuduh orang tua itu tidak peduli terhadap anaknya.  Belum lagi julukan sok sibuk yang akan didapat dari orang lain,” jelas Herry.

Momen terakhir di Australia pun dilakukan rombongan dengan melakukan kunjungan ke Kota Fremantle yang terkenal dengan sebutan penjara jaman kolonial Inggris. Di Fremantle rombongan makan siang menu favorit turun menurun sejak rombongan Tunas Hijau di Fremantle sebelumnya. Menunya fish and chip di restoran paling ramai di Australia Barat, Cicerellos. Meskipun harganya mahal, tapi suasananya sangat asyik.