Perubahan Iklim di Kabupaten Ngawi

Cincin merah dilereng Gunung Lawu, 50 Liter minyak solar untuk tiap 1.5 Ha areal pertanian, sistem irigasi yang tidak berfungsi, air  semakin meresap jauh ke dalam tanah, biaya bercocok tanam tidak sebanding dengan hasil panen, pertama dalam sejarah desa sumur penduduk kering dan harus digali lebih dalam lagi dan kekeringan terparah dalam 10 tahun terakhir sudah di depan mata. Laporan aktivis senior Tunas Hijau Sugeng dari Kabupaten Ngawi.

Tahun 2005 terjadi kebakaran hebat di lereng Gunung Lawu, Kab, Ngawi, Jawa Timur. Begitu hebatnya kebakaran yang terjadi hingga terlihat seperti cincin berwarna merah yang mengitari Gunung Lawu. Kebakaran hutan ini terlihat seperti sengaja dibakar. Terbukti tidak ada upaya pemadaman yang dilakukan oleh warga sekitar. Ditambah dengan lambannya penanganan dari pemerintah setempat.

Keterbatasan pengetahuan tentang fungsi hutan dan tuntutan adanya lahan baru untuk pertanian yang kemungkinan menjadi penyebab terbesar terjadinya pembakaran hutan ini. Gunung Lawu dan hutan-hutan yang berada di lerengnya menjadi daerah resapan air utama dimana mata air yang muncul digunakan oleh penduduk di sekitarnya. Selama kurun 10 tahun terakhir terjadi pembukaan hutan besar-besaran untuk menambah luas areal pertanian, tentunya dengan mengabaikan fungsi hutan itu sendiri.

Sudah menjadi kebiasaan rutin bapak Misran, setiap tiga hari sekali membawa 50 liter minyak solar ke sawah. Minyak solar ini dugunakan untuk bahan bakar mesin diesel buatan Cina yang mengerakkan pompa air untuk pengairan sawah miliknya. Fenomena penggunaan pompa air di Desa Kepuh, Kec Geneng, Kab Ngawi ini juga sudah merambah ke desa-desa lainnya.

Sesuai dengan keterangan yang diberikan bapak Misran, setiap 1.5 Ha areal pertanian membutuhkan pengairan yang berasal dari pompa diesel selama 24 jam non stop. Tanaman padi misalnya, dengan masa tanam 100 hari, harus diairi setiap tiga hari sekali. Bila kebutuhan air kurang maka hasil panen akan mengalami penurunan. Bila sumber air tanah semakin dalam, maka semakin besar juga kapasitas tenaga mesin pompa yang dibutuhkan yang membawa dampak semakin tinggi biaya untuk bercocok tanam.

Namun tidak sepanjang tahun petani harus menggunakan mesin pompa air. Selama musim hujan petani memanfaatkan air hujan yang melimpah yang mengalir di kanal-kanal irigasi yang ada. Kita tentu bertanya : dimana fungsi system irigasi? Saluran irigasi tidak dapat berfungsi pada musim kemarau, karena tidak ada pasokan air dari sumber-sumber air yang ada. Kalaupun ada maka pasokan air sudah habis terbagi di desa-desa lainnya.

Luas lahan pertanian tidak sebanding dengan jumlah pasokan air. Hal ini diperparah dengan berkurangnya hutan sebagai daerah resapan dalam jumlah besar dan dalam waktu yang singkat. Petani di Desa Kepuh banyak yang mengeluhkan tentang tingginya biaya bercocok tanam, terlebih sejak empat tahun terakhir. Peningkatan kebutuhan minyak solar untuk mesin pompa air, kenaikan  harga bahan bakar, kenaikan harga pupuk dan anti hama tanaman menjadikan hasil panen semakin mendekati impas dengan biaya bercocok tanam. Tidak menutup kemungkinan petani akan merugi pada tahun-tahun mendatang. Bukan disebabkan oleh wabah tanaman, kelangkaan pupuk dan anti hama. Melainkan disebabkan oleh kerusahan lingkungan yang membawa akibat air semakin meresap jauh ke dalam tanah, dan berakhir dengan kekeringan.

Fenomena baru tidak hanya terjadi di areal pertanian, untuk pertama kali dalam sejarah Desa Kepuh sumur penduduk mengalami kekeringan. Sumur penduduk yang rata-rata memiliki kedalaman 40-45 meter harus digali lebih dalam lagi untuk mencapai sumber air tanah. Menurut keterangan Surat, salah satu sesepuh Desa Kepuh, kekeringan sumur ini diakibatkan turunnya permukaan air tanah yang diakibatkan penggunaan air tanah untuk mengairi areal pertanian dengan menggunakan pompa. Hal senada juga diungkapkan Misran petani Desa Geneng, bahwa setiap musim kemarau sumur bor untuk pompa air yang memiliki kedalaman 70-100 meter harus di bor ulang lebih dalam lagi, kurang lebih 5 meter lebih dalam untuk setiap tahunnya.

Setiap tahunnya terjadi penurunan permukaan air tanah dengan kedalaman yang beragam yang diakibatkan semakin tingginya kerusakan lingkungan. Tapi yang pasti air menjadi kebutuhan utama. Dibutuhkan pompa- pompa dengan kemampuan lebih besar, penggalian sumur-sumur lebih dalam untuk dapat menjangkau sumber air yang semakin meresap jauh kedalam tanah sebagai solusi sementara waktu.