KTH Ajak Siswa SMPN 29 Mendatangkan Burung dan Kupu-Kupu

Tidak banyak orang yang mau mengurangi jumlah sampah yang dihasilkan. Kecenderungan yang terjadi saat ini, pada kebanyakan orang, hanyalah memindah sampah ke tempat sampah. Setelah sampah berada di tempat sampah, maka urusan penghasil sampah tersebut bisa dianggap selesai. Fenomena seperti ini, menurut aktivis senior Tunas Hijau Mochamad Zamroni, yang mengakibatkan bermunculannya gunung-gunung baru, yaitu gunung sampah, di setiap kota dan kabupaten di Indonesia.

“Pernahkah terpikir akan dikemanakan sampah yang teman-teman hasilkan?” tanya Zamroni pada lebih dari 60 siswa anggota OSIS SMP Negeri 29 Surabaya, Kamis, 9 Agustus 2007. Menurut pengamatan Tunas Hijau yang disampaikan Zamroni, sangat sedikit orang yang mau memikirkan bagaimana nasib sampah-sampah yang mereka hasilkan. “Pola pemikiran seperti ini yang menyebabkan masyarakat kita cenderung memiliki pola konsumsi sangat tinggi. Lantas semakin banyak saja sampah yang dihasilkan oleh masyarakat,” kata Zamroni sambil menuangkan semua isi sampah dari bak sampah.

Di SMP Negeri 29 Surabaya, menurut Zamroni, banyak sekali jenis sampah yang ‘berbahaya’ atau sampah yang tidak dapat didaur ulang. “Kantong plastik bekas minuman ini, misalnya, kalau jumlahnya sedikit mungkin cukup mudah mengolahnya. Tetapi kalau jumlahnya banyak, maka siapa yang sanggup mengolahnya,” terang Zamroni sambil mengangkat jenis sampah tersebut dari tumpukan sampah yang ada.

Zamroni lantas menjelaskan bahwa di Surabaya sudah mulai banyak sekolah yang memberlakukan pembatasan barang yang bisa dipakai. “Di sekolah itu kita tidak bisa menjumpai sampah bungkus makanan strefoam ataupun kertas minyak. Yang diberlakukan di sekolah itu, semua bungkus makanannya harus menggunakan daun pisang, yang sangat mudah menjadi kompos,” kata Zamroni.

Lebih lanjut Zamroni mengajak seluruh siswa SMP Negeri 29 Surabaya untuk bersama-sama mengubah penampilan sekolah yang nampak panas, gersang, cukup banyak sampah dan berdebu menjadi sekolah yang bisa mudah didengar kicau burung. “Mari teman-teman, kita mengubah sekolah ini menjadi sekolah dengan banyak kicau burung, banyak kupu-kupu berterbangan, rimbun dan semua sampahnya dapat terolah secara mandiri. Tidak dengan memperbanyak cleaning service, tetapi dengan peran serta semua warga sekolah,” ajak Zamroni sambil membentuk tim hijau di sekolah itu. (*)