'Understanding of Climate Change' Smada Green Generation

Desa Claket, Pacet, Mojokerto adalah daerah perbukitan. Tidak heran suhu udara di daerah itu cukup dingin, apalagi bagi kebanyakan orang dari Surabaya. “Wuih, dingin sekali airnya,” kata Defina, siswa kelas 2 SMAN Negeri 2 Surabaya, saat merasakan dinginnya air di Desa Claket pada pelaksanaan pelatihan lingkungan hidup ‘Understanding of Climate Change’, 10-12 Agustus 2007.  Pelatihan ini diikuti 40 siswa SMAN 2 Surabaya dan dipandu aktivis Tunas Hijau Club dan Saka Wanabakti Pacet.

Kegiatan diawali di balai Desa Mligi dengan workshop lingkungan hidup yang diikuti oleh Karang Taruna Dusun Claket dan Dusun Mligi. Pada workshop ini dibahas perubahan iklim dan kontribusi manusia terhadap perubahan iklim tersebut. Dalam sesi tanya jawab banyak pertanyaan yang terlontar dari anggota karang taruna. Misalnya saja Khamdi, anggota karang taruna yang juga siswa kelas 2 Madrasah Aliyah (setingkat dengan SMA). Khamdi bertanya “Apakah perubahan iklim dapat dicegah?” Pertanyaan ini dijawab dengan sigap oleh Guntur, siswa SMAN 2 bahwa perubahan iklim tidak dapat dicegah karena ini adalah proses alam, tetapi dewasa ini aktifitas manusia yang menghasilkan emisi gas buang cenderung mempercepat proses perubahan iklim.

“Pengunaan bahan bakar fosil dan exploitasi hutan menjadi penyebab utama peningkatan konsentrasi gas rumah kaca. Dan peyebab utamanya adalah aktivitas manusia,” ungkap Tiara, salah satu siswa SMA Negeri 2 Surabaya kepada anggota karang taruna yang hadir. Ikut menghadiri workshop ini, Kepala Desa Claket Sholikin meminta anggota karang taruna Claket untuk meningkatkan pengetahuan tentang pelestarian lingkungan. “Saya sangat berterima kasih untuk kesediaannya melibatkan anggota karang taruna pada workshop ini. Sebelumnya tidak pernah ada kegiatan seperti ini,” ungkap Sholikin.

Tidak berhenti disini, keesokan harinya kegiatan dilanjutkan dengan observasi potensi Desa Claket. Diantaranya berkunjung ke industri rumah tangga kripik ketela, kebun bunga, budidaya jamur dan peternakan sapi perah. Di peternakan ini peserta mencoba memerah sapi. Berbagai komentar lucu seputar kunjungan ini terlontar dari peserta. Jose misalnya, siswa kelas III ini mengungkapkan seumur-umur baru kali ini memerah susu sapi. Senang, takut dan penasaran bercampur jadi satu, Mas,” ungkap jose selesai memerah susu.

Kegiatan yang disusun dengan multi fungsi ini dilanjutkan dengan bakti masyarakat. Peserta sebelumnya diminta menyiapkan bingkisan sembako untuk dibagikan pada penduduk Dusun Mligi yang berjumlah 60 keluarga. Selepas istirahat siang, kegiatan utama dilaksanakan. Yaitu pendakian Gunung Pundak, 2.134 meter dpl (diatas permukaan laut). Selama perjalanan pendakian peserta melakukan observasi keanekaragaman hayati hutan, dampak  aktifitas manusia terhadap fungsi hutan dan hutan sebagai sumber resapan air yang menjadi kebutuhan utama masyarakat.

Banyak diantara peserta yang merasa takjub dengan kondisi hutan Gunung Pundak. Hutan yang masuk wilayah kerja BKPH Pacet ini termasuk dalam hutan lindung yang kondisinya masih asli. Berbeda dengan hutan-hutan lain di Jawa Timur, yang kebanyakan telah dikelola menjadi hutan produktif. Kekaguman juga diungkapkan oleh Endang, Pembina Smada Green Generation SMA 2 Surabaya. Endang mengatakan bahwa sudah jarang ada hutan dalam kondisi seperti di Gunung Pundak. “Hutan ini harus dipertahankan kelestariannya, karena memiliki banyak manfaat diantaranya media pendidikan lingkungan. Anak-anak dan remaja dapat belajar langsung dengan menggunakan alam sebagai media belajar,” Endang saat pendakian.

Saat ini sedang dikembangkan satu program bersama ‘Dusun Pendidikan Lingkungan’. Program yang berbasis pada pemberdayaan masyarakat, pemuda dan petensi desa ini dikembangkan Tunas Hijau Club bersama Saka Wanabakti BKPH Pacet. Pada tahap awal program ini akan diselenggarakan kegiatan berorientasi pada pendidikan lingkungan dengan menggunakan Dusun Mligi dan sekitarnya sebagai media pendidikan. “Hingga 3 tahun mendatang, Tunas Hijau Club akan memberikan pendampingan penuh. Targetnya, setelah 3 tahun Saka Wanabhakti dan karang taruna dapat mandiri dalam pengelolaan dan manajemen kegiatan,” kata aktivis senior Tunas Hijau Sugeng. (geng)