Ratusan Kelurahan Surabaya Berlomba Menjadi Kelurahan Terbersih
Sukses dengan perhelatan akbar SGC (Surabaya Green and Clean), pemerintah Kota Surabaya langsung menggelar lomba Merdeka Dari Sampah (MDS), 15-21 Nopember. Lomba yang diperuntukkan bagi kelurahan-kelurahan di Surabaya ini bertujuan untuk meningkatkan kualitas lingkungan hidup di Surabaya. Tetap senada dengan SGC, lomba ini lebih memfokuskan pada penanganan sampah yang dihasilkan di wilayah kelurahan.
Seperti pada kompetisi-kompetisi lingkungan lainnya yang digelar di Surabaya, Tunas Hijau menjadi salah satu juri bersama dinas kebersihan dan pertamanan, dinas lingkungan hidup dan dinas kesehatan kota Surabaya. Kriteria penilaian yang diambil pun beragam sesuai dengan disiplin bidang masing-masing. Dinas kesehatan misalnya, lebih menyoroti kesadaran penanggulangan penyakit demam berdarah. ”Kebersihaan seseorang itu terlihat dari kamar mandinya. Kalau bak mandinya jarang dikuras, pasti disitu berkembang jentik-jentik nyamuk. Yah, bisa dibayangkan bagaimana cara hidupnya,” ungkap Husin, juri dari dinas kesehatan.
Serupa tapi tak sama, team Tunas Hijau yang digawangi oleh Sugianto dan Dony Kristiawan lebih menyoroti kebiasaan ramah lingkungan di tiap kelurahan. ”Penilaian kami lebih berdasar pada sejauh mana tiap keluarga, dalam satu kelurahan memberikan pendidikan lingkungan kepada anak-anak,” kata Sugianto, aktivis tunas hijau disela-sela proses penjurian. Segendang sepenarian, hal sama juga diungkapkan Dony Kristiawan. ”Kualitas lingkungan yang baik didapatkan dari tindakan ramah lingkungan. Ini diawali dari pengetahuan di sekolah dan di rumah,” kata Dony.
Lebih dari dua ratus kampung yang terdaftar sebagai peserta. Setiap kampung berusaha menampilkan ciri khas tersendiri. Jambangan misalnya, kampung yang berkali-kali menjadi jawara ini berusaha memikat team juri dengan yel-yelnya. Puluhan ibu yang PKK dan remaja karang taruna melakukan goyang bareng diringi lagu ”Kucing Garong” dengan lirik yang diubah sesuai dengan tema lingkungan. “Kami yakin kampung Jambangan kembali menjadi juara. Minimal sepuluh besar,” ungkap beberapa anggota PKK dengan nada penuh optimis.
Berbeda dengan kampung Jambangan, banyak kampung-kampung lain yang baru pertama mengikuti lomba semacam ini. Diantaranya Tegalsari, debut dalam lomba MDS ini otomatis membuat warga lumayan kalang kabut dalam persiapan penilaian. “Maklum Mas, yang mengadakan lomba Pemkot Surabaya. Makanya lurah-lurahnya kelabakan semua, takut sama predikat kelurahan paling kotor mungki,” seloroh salah seorang warga ketika dimintai pendapatnya tentang MDS.
“Target yang dipasang oleh pengurus kampung adalah sudah bagus untuk bisa sampai sepuluh besar. “Yang sudah pasti untuk tahun-tahun berikutnya kami akan meningkatkan kualitas lingkungan kampung kami,” ungkap pengurus kampung Tegalsari ketika ditanya optimisme lomba MDS tahun depan.
Lepas dari semua hal yang berkaitan dengan kompetisi (kemenangan, kekalahan, ketidaksiapan, dan kebingungan), ada fenomena baru yang berkembang di Metropolis Surabaya. Tuntutan kualitas lingkungan hidup menjadi topik hangat yang diperdebatkan. Secara kasat mata, masyarakat mulai sadar akan kebutuhan lingkungan lestari. Sedikit terlambat memang, kesadaran ini tumbuh ketika ancaman global perubahan iklim telah menunjukkan akibatnya. Setidaknya slogan ”Suroboyoku Bersih dan Ijo” tidak hanya slogan yang terpampang di pintu masuk kota. Tapi telah menjadi hal yang mulai dilaksanakan dengan kesadaran hati.