Tanam 2200 Mangrove, Cara Tunas Hijau Rayakan Tahun Baru 2008
Tet……tet……tet……bunyi terompet bergema di seantero dunia menandakan pergantian tahun dari 2007 ke 2008. Berbagai acara dihelat untuk memeriahkan malam pergantian tahun baru, mulai keliling kota sambil membawa terompet, kumpul-kumpul di kampung bersama tetangga hingga mengadakan hajatan supaya diberikan kemudahan serta keselamatan pada tahun ini. Beragam cara orang untuk menyambut datangnya tahun baru. Tidak terkecuali para aktivis Tunas Hijau. Meskipun tidak merayakan malam pergantian tahun, para aktivisnya memilih mempersiapkan kegiatan untuk menyambut matahari pertama pada tahun 2008.
Bukan acara kumpul-kumpul dan berkeliling kota yang dilakukan, melainkan acara rehabilitasi hutan mangrove yang mereka pilih. Selasa, 1 Januari 2008, beranggotakan 30 remaja dan kaum muda-mudi Surabaya, mereka berangkat pukul 3.30 pagi dengan menggunakan 3 kapal motor serta membawa 2200 bibit mangrove jenis tinjang dan api-api. Selama perjalanan, berbagai fenomena lingkungan mereka temui disana. Mulai dari sampah yang berserakan di sungai, hutan bakau yang hancur akibat penebangan hingga pohon-pohon yang ditebang untuk membuka lahan perumahan baru.
Di Muara Wonorejo, para aktivis menanam bibit mangrove tersebut. Meskipun cara penanamannya lebih muda dari tanam pohon, bukan berarti aktivis Klub Tunas Hijau yang kebanyakan pelajar SMA ini tidak mengalami kesulitan. Beberapa kendala mereka hadapi pada saat itu, diantaranya tempat yang berlumpur hingga sepinggang serta batu karang yang tidak terlihat. Sehingga jika salah menginjakkan kaki, pasti kakinya terluka.
Meskipun kondisi tidak bersahabat, para aktivis ini tidak menyerah untuk menyelamatkan keberadaan hutan mangrove Surabaya. “Susah tapi senang. Susahnya capek dan kaki perih karena luka akibat menginjak karang. Senangnya karena kita masih bisa menyosong tahun baru ini dengan cara beda, yaitu aksi penyelamatan lingkungan,” ujar Dani aktivis dari SMA Negeri 16 Surabaya, yang baru kali pertama mengikuti tanam mangrove tersebut. Berbeda dengan Dani, aktivis senior Tunas Hijau Bram Azzaino sudah mempersiapkan segala perlengkapannya pada tanam mangrove tersebut. “Saya sudah belajar dari pengalaman sebelumnya. Kali ini saya bawa sepatu boot, meskipun berat tapi kaki saya tetap aman,” ujarnya sambil tertawa.
KTH tidak hanya melakukan upaya penyelamatan hutan mangrove momen ini saja. Terhitung sudah 6 kali mereka melakukan aksi sama sejak tahun 2006 hingga 2007. “Kami sedih, karena tidak banyak masyarakat yang sadar akan pentingnya keberadaan kawasan mangrove di pesisir laut,” ujar Satuman, Direktur Konservasi Mangrove Pesisir Timur Surabaya KTH. Satuman juga berharap pada tahun 2008 ini makin banyak manusia yang sadar bahwa bumi butuh tangan kita untuk bertahan. “Makin banyak yang sadar, maka makin banyak yang tidak merusak lingkungan,” kata Satuman. (adetya/roni)