Nuansa Pedesaan di SD Al Muslim Wadungasri Sidoarjo Peninjauan Tim Evaluasi Adiwiyata Jawa Timur
Mengunjungi SD Al Muslim Wadungasri Sidoarjo, kita akan mendapatkan nuansa sekolah di pedesaan. Kesan ini didapat ketika tim evaluasi program Sekolah Peduli dan Berbudaya Lingkungan Hidup (Adiwiyata) Jawa Timur mengunjungi sekolah yang berada di dekat perbatasan Kabupaten Sidoarjo dan Kota Surabaya ini. SD Al Muslim Wadungasri menjadi sekolah unggulan Sidoarjo pada program Adiwiyata, setelah sejak 2006, tahun pertama Adiwiyata, Sidoarjo tidak pernah mengirimkan perwakilannya.
Untuk menuju sekolah ini, kita diharuskan memasuki gerbang sekolah berupa jalan lorong. Jalan lorong sepanjang sekitar 100 meter itu hanya cukup untuk satu mobil. Alhasil, jika bersamaan ada dua mobil dari arah berlawanan, maka satu mobil harus mengalah untuk mundur. Namun, jangan kuatir, karena ada petugas keamanan sekolah ini yang selalu siap memberi arahan.
Selesai melewati jalan lorong, kita akan disambut dengan lahan pertanian di sebelah selatan. Lahan pertanian yang memanjang sekitar 200 meter bukan lahan pertanian yang dikelola oleh petani penyewa lahan. Lahan pertanian ini adalah salah satu bukti pembelajaran Green Education atau lingkungan hidup yang diterapkan di sekolah ini. Green Education (GE) menjadi salah satu keunggulan sekolah yang bermoto Peduli Lingkungan Hidup ini.
Di lahan pertanian ini, jenis tanamannya sangat banyak. Ada terong, kangkung, bayam, sawi, lombok kecil, lombok besar, jagung, ketela pohon dan masih banyak lagi tanaman pertanian lainnya. ”Jenis tanaman pertanian yang ditanam berbeda-beda tiap kelas. Sesuai dengan usianya dan pembelajaran yang sedang diajarkan di kelasnya,” kata Intan Larasati, koordinator Green Education SD Al Muslim.
Sejak tahun 2006, pembelajaran lingkungan hidup dengan kurikulum GEnya diterapkan di sekolah ini. Diantara tujuan diterapkannya GE adalah menjadikan alam atau lingkungan hidup sebagai sumber belajar yang dapat menumbuhkan potensi anak. “Melalui GE pada aktivitas bercocok tanam, anak juga diajarkan nilai keimanan. Dengan biji yang sama, bentuk daun yang sama, batang yang sama, dan perlakuan sama, namun jumlah buah yang berbeda. Berarti ada kuasa Allah SWT yang di luar kehendak manusia,” kata Intan Larasati.
Pendekatan pembelajaran yang dipakai GE adalah mengintegrasikan antara lain lingkungan hidup, ekonomi dan sosial budaya. Strategi pembelajarannya adalah joyfull learning, direct instruction, dan cooperative. ”Sedangkan ruang lingkup materi yang disampaikan pada GE adalah mengenal alam, hewan dan tumbuhan, masalah-masalah lingkungan, membangun komunitas, kesadaran global, dan ketrampilan hidup yang berkelanjutan,” kata Intan Larasati.
Di lahan pertanian sekolah ini juga ada lahan khusus untuk tanaman berkhasiat obat. Ada jahe, kunyit, temulawak, kunir, lengkuas dan masih banyak lagi lainnya. Semua pembibitan dilakukan oleh siswa dengan arahan guru GE. Signboard bertuliskan jenis-jenis tanaman obat dan khasiatnya juga terpasang cukup besar di dekat lokasi pembiakan tanaman berkhasiat obat.
Ada juga tanaman cocor boyo yang dijadikan maskot sekolah ini. Jumlah tanaman cocor boyo yang dikembangbiakkan di sekolah ini cukup banyak. Cocor boyo dijadikan maskot karena mudah dikembangbiakkan dan jarang ada di sekolah lain. Cocor boyo juga bisa dijadikan obat alternatif untuk menghilangkan keram pada perut. Cukup diparut, dan hasil parutannya diletakkan pada perut secara merata.
Sementara itu, kedatangan tim evaluasi Sabtu (21/2) pagi tadi juga disambut belasan siswa SD tersebut yang sibuk mendaur ulang kertas bekas. Belasan siswa tersebut tergabung dalam Green Club, yaitu ekstra kurikuler yang menggeluti lingkungan hidup di SD Sl Muslim. Menurut Eza, salah satu penggiat Green Club, aktivitas kelompok ini tidak melulu mendaur ulang kertas. ”Kami sering dilibatkan pada perencanaan peringatan hari-hari lingkungan hidup yang dilakukan di sekolah,” kata Eza, yang siswa kelas 4.
Hampir setiap ruangan di SD Al Muslim didesain ramah energi. Kecuali ruangan komputer dan audio visual, semua ruangan yang ada didesain cukup terang pada pagi hingga sore hari tanpa penerangan listrik. Kipas angin dan pendingin ruangan juga tidak diperlukan di hampir semua ruangan, karena ventilasi yang cukup besar pada ruangan-ruangan itu.
Sekolah ini juga memiliki instalasi pengolahan air limbah toilet. Semua air limbah toilet diolah pada instalasi sederhana yang bermuara pada sebuah kolam ikan yang cukup besar. Sementara itu, sekolah ini juga sedang merampungkan pembangunan rumah kompos. Rumah kompos dirasa menjadi solusi dari banyaknya sampah daun yang dihasilkan setiap harinya. Maklum, luas lahan sekolah ini sekitar 3 hektar, belum lagi banyaknya pepohonan pelindung dan tanaman pertanian yang ada.
Pembatasan jenis barang yang boleh dikonsumsi juga sudah diberlakukan di sekolah ini. Jadi, jangan harap bisa mudah menemukan sampah jenis strofoam yang tidak bisa diolah di sekolah ini. Jenis makanan dan minuman di sekolah ini juga selalu memenuhi kelayakan kesehatan. Maklum, selain tidak ada pedagang kaki lima, sekolah full day ini juga menyediakan makan siang pada seluruh siswanya. Sampah sisa makanan yang dihasilkan pun langsung diolah di keranjang komposter. (roni)