SDN Petrokimia Gresik Sudah Lama Memelihara SEMUT Peninjauan Tim Evaluasi Adiwiyata Jawa Timur
Ingin belajar tangga nada untuk menyelamatkan bumi? Jika ya, sebaiknya mengunjungi SDN Petrokimia Gresik di Jl. Ahmad Yani Gresik. Di sekolah negeri yang berada di komplek perumahan karyawan Petrokimia Gresik ini, seluruh warga sekolah dipastikan mengenal ketujuh tangga nada dimaksud. Tidak hanya para guru pengajar, pimpinan sekolah dan siswanya. Orang tua murid pun dipastikan mengenal ketujuh tangga nada ini. Kesan ini ditangkap saat peninjauan sekolah Adiwiyata Jawa Timur, Senin (23/2).
Ketujuh tangga nada tersebut bukan hanya Do Re Mi Fa So La Si. Namun, tangga yang dimaksud lebih dari itu. Do untuk dorong penghematan kertas. Re untuk reduce, reuse dan recycle. Mi untuk minyak bumi harus dihemat. Fa untuk fasih memberi contoh. So untuk solusi bagi kekurangan air. La untuk lahan kosong dihijaukan. Dan Si untuk sikap hemat listrik.
Tidak hanya itu, sekolah yang memiliki luas lahan sekitar 1,4 hektar ini juga sudah lama memelihara semut. Eit, jangan salah persepsi. Bukannya sekolah ini jorok dan tidak mau memelihara kebersihan sekolah. Namun, semut-semut yang dipelihara maksudnya adalah nama program. Yaitu sejenak memungut sampah, nama program yang setiap hari dilakukan seluruh warga sekolah.Tidak hanya para siswa, pada program semut ini para guru pun juga ikut menyertai.
Semut atau sejenak memungut sampah biasa dilakukan setelah senam pagi sebelum pelajaran di kelas. Program ini sudah hampir 2 tahun dilaksanakan di SDN Petrokimia Gresik. Memelihara semut ini merupakan langkah jitu sekolah untuk tetap membuat sekolah bersih tanpa sampah berserakan. Tentunya program semut seperti ini bagus untuk dicontoh oleh sekolah-sekolah lain.
SDN Petrokimia Gresik juga termasuk sekolah yang mempertahankan pepohonan pelindung. Ini nampak dari banyaknya pepohonan pelindung yang sudah berumur puluhan tahun, namun masih dipertahankan. Banyaknya pepohonan pelindung yang sudah besar di dalam sekolah ini tidak menjadikan sekolah ini kurang peduli energi. Seluruh ruangan kelas nampak tetap terang tanpa menggunakan penerangan listrik pada siang hari.
Banyaknya pepohonan pelindung di dalam sekolah tidak membuat sekolah ini berhenti melakukan penghijaua. Ini nampak dari adanya kebijakan pimpinan kepala sekolah yang mengharuskan setiap kelas supaya ada tanaman dalam pot. Jumlah tanaman yang harus ada di setiap kelas pun tidak hanya satu. Bahkan ada di beberapa kelas yang jumlah tanamannya lebih dari 10 tanaman. Jenis tanaman pot tentunya jenis tanaman yang bisa hidup dengan sedikit sinar matahari. Contohnya lidah mertua, sri rejeki dan beras kutah.
Upaya mengurangi jenis sampah yang dihasilkan juga sudah dilakukan di sekolah ini. Caranya, setiap siswa diminta membawa gelas dari rumah untuk seterusnya ditaruh di kelas masing-masing. Selanjutnya, para siswa di tiap-tiap kelas urunan sebulan Rp. 500,- per anak. Uang yang terkumpul digunakan untuk menyediakan minuman galon yang persediaan siswa satu kelas. Jika dihitung secara ekonomi, maka cara seperti ini lebih menghemat uang jajan siswa. Kualitas air minum siswa juga terjaga.
Di sekolah ini, sampah diolah berdasar jenisnya. Sampah daun, jenis sampah yang paling banyak, dikumpulkan dalam drum-drum komposter sederhana. Cukup dikumpulkan, lalu 3 – 4 hari sekali disiram untuk menjaga kelembapan udara dalam komposter. Untuk mempercepat pembusukan bisa dibantu penghancurannya dengan menumbuk-numbuknya menggunakan kayu atau barang tumpul lainnya.
Sekolah ini tergolong aktif mengikuti program lingkungan hidup yang di luar sekolah. Diantara program yang pernah diikuti adalah Children Conference on Climate Change 2007 di Surabaya, yang diselenggarakan oleh Tunas Hijau dan diikuti oleh anak-anak dari 8 negara. Ada partisipasi pada Kemah Hijau 2008 yang diselenggarakan bersama Kementerian Negara Lingkungan Hidup di Jakarta. Ada partisipasi pada Mini Conference on Climate Change 2008 yang diadakan oleh Sekolah Ciputra dan Tunas Hijau. (roni)