Siswa SDN Petemon XIII Belajar Sungai Pada Masyarakat Sekitar
Belajar tentang sungai tidak bagus kalau hanya dari buku bacaan. Suasana belajar akan lebih hidup jika anak-anak diajak langsung berinteraksi dengan sungai di sekitar. Itulah yang dilakukan sekitar 15 siswa SDN Petemon XIII Surabaya, Minggu (15/2). Didampingi aktivis Tunas Hijau Satuman, untuk sementara mereka meninggalkan segala macam teori tentang sungai. Mereka, oleh Satuman, diajak mengenal fakta yang ada di lapangan.
Penyampaian materi yang menyenangkan, sangat membantu proses kelima belas siswa SDN Petemon XIII itu mengenal tentang sungai di sekitar sekolahnya. Banyak siswa yang melepaskan tawa melihat kekonyolan gaya penyampaian Satuman. Mereka serasa bermain walaupun mereka sedang belajar. Pengenalan tentang sungai oleh aktivis Tunas Hijau Satuman tadi lebih banyak tentang kebiasaan ramah lingkungan di sekitar sungai.
Beberapa pertanyaan dan pendapat tentang sungai pun terlontar dari para siswa. “Kak, masalah sungai yang terbesar sebenarnya apa?” tanya Fety siswa kelas 5. Satuman pun menjelaskan bahwa masalah sungai terbesar adalah kebiasaan orang yang tidak terbiasa untuk hidup ramah lingkungan. “Untuk mengubah kebiasaan masyarakat itu butuh waktu lama dan proses yang cukup panjang,” kata Satuman.
Mereka selanjutnya diajak survei ke lapangan. Sebelum survei, mereka diminta membuat beberapa pertanyaan dan materi yang mau disampaikan pada warga sekitar sungai. Sekitar 10 menit berlalu, beberapa pertanyaan pun selesai mereka buat.
Rombongan siswa itu banyak mengundang tanya dari warga setempat. Warga sekitar sungai itu merasa bingung melihat banyak siswa layaknya jurnalis yang sibuk bertanya tentang sungai. “Saya bingung dan kagum saat ditanya banyak siswa SD Petemon XIII Surabaya. Masih kecil sudah aktif dan peduli tehadap lingkungan sekitarnya,” ujar Yuni Suryaningsih, ibu rumah tangga yang tinggal di sekitar sungai di Petemon.
Setelah setengah jam survei lapangan dan berdialog dengan masyarakat, mereka kembali ke forum untuk penyimpulan hasil survei. Mereka menyimpulkan bahwa sungai di samping sekolah telah tercemar berbagai limbah rumah tangga. “Mulai dari kotoran manusia, air cucian dan limbah dapur telah mencemari sungai di sekitar sekolah,” kata Kevin, siswa kelas 5.
Hal ini, menurut Kevin, karena mayoritas pipa pembuangan yang berasal dari dapur masing-masing rumah warga langsung diarahkan ke sungai. “Buruknya lagi sisa makanan yang tidak dipisahkan terlebih dahulu. Namun, sisa makanan yang masih menempel di piring atau alat makanan lainnya langsung dicuci dan masuk ke pipa pembuangan terus masuk ke sungai,” tambah Nahda, siswa kelas 5.
Saat masuk ke sungai, setelah sekitar seminggu, sisa makanan tersebut akan menjadi endapan pada sungai. “Endapan ini mengakibatkan volume sungai berkurang dan bisa mengakibatkan banjir pada musim hujan,” kata aktivis Tunas Hijau Satuman. Belum lagi warga lain yang membuang sampah non organik langsung ke sungai.
Di forum, para siswa merencanakan beberapa program selanjutnya. “Berikutnya, kami akan membuat poster lingkungan hidup bertema selamatkan sungaiku. Poster-poster itu akan kami gunakan untuk kampanye pada warga sekolah dan masyarakat sekitar,” kata Kevin. (1man/roni)