SMK Negeri 2 Boyolangu Dengan Penanda Tanaman Anggrek

Memasuki SMK Negeri 2 Boyolangu Tulungagung, orang akan disambut dengan banyaknya tanaman anggrek dengan bunganya yang didominasi warna ungu dan putih. Puluhan tanaman anggrek itu sudah lebih lima tahun menjadi penanda sekolah di Jl. Ki Mangun Sarkoro VI/1 Tulungagung. Uniknya tanaman-tanaman anggrek itu tidak ditanam dalam pot seperti umumnya tanaman anggrek di sekolah. Seluruh tanaman anggrek di sekolah ini dibiarkan menyatu dengan batang pohon yang memang banyak terdapat di sekolah.

Bahkan, hotel mini yang dikembangkan di sekolah juga dinamakan dengan Orchid Hotel atau Hotel Anggrek. Tentunya dengan banyak asesoris tanaman anggrek yang menghiasi hotel yang hanya terdiri dari dua kamar saja itu. Asesoris itu mulai dari gantungan kunci kamar, bunga yang diletakkan di kamar dan nuansa mewah yang nampak di kamar. Kalau ada banyak siswa yang terlambat masuk sekolah, pimpinan sekolah akan menghukum mereka dengan urunan membeli tanaman anggrek sejenis untuk ditanam di sekolah.

Sekolah yang memiliki jurusan administrasi perhotelan, restoran, kecantikan dan tata busana ini juga mengembangkan usaha daur ulang sampah non organik. Usaha yang dimaksud adalah pemanfaatan sampah non organik menjadi barang layak jual. Setelah didaur ulang, barang yang dihasilkan juga tidak hanya dipasang di ruang pamer. Melainkan, mereka menjualnya dengan harga cukup terjangkau di kalangan guru, siswa dan tamu sekolah. Contohnya, tas belanja yang terbuat dari sampah karung beras. Dengan sedikit pengolahan dan sedikit hiasan bunga, barang dari sampah ini bisa laku dengan harga Rp. 25.000,-. Namun, upaya pembatasan penggunaan jenis barang tertentu masih belum diberlakukan di sekolah.

Pemilahan sampah juga dilakukan di sekolah yang didominasi siswa putri ini. Tempat sampah dibedakan menjadi tiga jenis. Sampah jenis kertas dan plastik disediakan tempat tersendiri. Sampah logam dan kaca juga disediakan tempat sampah khusus. Demikian pula dengan tempat sampah khusus untuk sampah organik. Selanjutnya sampah organik dikumpulkan menjadi satu untuk diolah menjadi kompos di rumah kompos mini sekolah. Sementara sampah non organik yang sudah terkumpul diberikan pada pemulung.

Siswa yang tergabung dalam kelompok pecinta alam sekolah dilibatkan pada pengolahan sampah organik menjadi pupuk kompos. Pelibatan mereka tidak dilakukan setiap hari, melainkan hanya pada Senin dan Kamis saja. Pembatasan ini disebabkan tingginya aktivitas belajar mengajar di sekolah yang memiliki luas 1,5 hektar ini. Maklum, di sekolah pariwisata ini jam praktek siswa sangat tinggi. Setiap tidak ikut praktek, maka siswa diminta menganti di hari lain.

Terbatasnya alokasi jam belajar mengajar di kelas menjadi alasan sekolah masih belum menerapkan pendidikan lingkungan hidup secara monolitik melalui pelajaran khusus. Pendidikan lingkungan hidup di sekolah ini masih terintegrasi pada mata pelajaran umum. Pelajaran umum yang dimaksud adalah ilmu pengetahuan alam dan PPKN. Namun, pada tahun ajaran berikutnya, sekolah berharap bisa menyediakan pelajaran lingkungan secara monolitik. (roni)