Ajak Sekolah-Sekolah Di Sidoarjo Ciptakan Budaya Lingkungan Hidup Untuk Bumi Lebih Baik

Sekitar 50 kepala sekolah dan guru Sidoarjo mengikuti sosialisasi program sekolah peduli dan berbudaya lingkungan hidup atau Sekolah Adiwiyata, Kamis (16/4). Sosialisasi yang diselenggarakan oleh Badan Lingkungan Hidup Kabupaten Sidoarjo di ruang Delta Praja Kabupaten Sidoarjo itu menghadirkan aktivis senior Tunas Hijau Mochamad Zamroni sebagai nara sumber. Nara sumber lain adalah guru koordinator Green Education SD Al Intan Larasati dan kepala bidang komunikasi lingkungan dan peningkatan peran serta masyarakat Badan Lingkungan Hidup Jawa Timur Putu Arta Giri.

Dikatakan Putu Arta Giri bahwa sejak dimulainya program Sekolah Adiwiyata pada tahun 2006 Jawa Timur selalu menjadi barometer nasional. Status barometer nasional bahkan masih disandang hingga tahun 2009 pelaksanaan program Sekolah Adiwiyata Nasional. Namun, Putu sangat menyayangkan pelaksanaan program Sekolah Adiwiyata Nasional masih memberlakukan sistem kuota. “Sudah semestinya sekolah manapun yang memenuhi standar penilaian mendapat penghargaan Sekolah Adiwiyata,” kata Putu Arta Giri.

Sementara itu Tunas Hijau mengawali paparannya dengan menceritakan pengalaman selama di Perth, Australia Barat pada Mei 2007. Selama tiga minggu disana, setiap akan mandi dengan menggunakan shower, beberapa aktivitas Tunas Hijau selalu diingatkan untuk tidak mandi lebih dari tiga menit. Ini diakibatkan sejak tahun 2005 Australia Barat tidak pernah mendapatkan hujan. “Yang ada hanya gerimis. Itu pun tidak lebih dari lima belas menit, yang tentunya hampir tidak ada air hujan yang meresap ke dalam tanah,” kata Zamroni. Sementara itu banyak daerah di Indonesia yang air hujan dengan sangat berlimpah sampai tidak bisa dimanfaatkan. Ini karena datangnya dalam bentuk banjir banding.

Diprediksi Tunas Hijau bahwa fenomena ini akan semakin meluas sebagai dampak dari pemanasan global. Dampak ini akan semakin parah jika tidak banyak sekolah yang mau menjadi sekolah peduli dan berbudaya lingkungan hidup. “Dengan banyak sekolah yang berlomba menjadi sekolah peduli dan berbudaya lingkungan hidup maka kondisi lingkungan hidup akan semakin baik dan nyaman untuk dihuni. Ini karena semakin banyak budaya dan inovasi lingkungan hidup yang terbentuk,” kata Zamroni.

Sementara itu Intan Larasati, guru koordinator Green Education SD Al Muslim Wadungasri menekankan pentingnya keteladanan guru pada perilaku ramah lingkungan hidup. Menurut Intan, sering dijumpai guru yang hanya bisa meminta para siswanya untuk membuang sampah dan memilah sampah. “Namun, jarang permintaan itu disertai dengan keteladanan untuk melakukan hal yang sama oleh guru bersangkutan. Jika keteladanan dari guru tidak ada, maka budaya siswa peduli lingkungan hidup akan sulit terbentuk,” kata Intan Larasati. Sementara itu reward (penghargaan) dan punishment (hukuman) juga perlu diberikan pada para siswa dan warga sekolah lainnya. Namun, penerapan hukuman yang dimaksud harus dihindarkan bentuk fisik. (*)