Sosialisasi Lingkungan Hidup Pada Orang Tua Siswa PG & TK Taman Ceria Surabaya

Dua puluh lima ibu rumah tangga mengikuti sosialisasi lingkungan hidup di Play Group dan Taman Kanak-Kanak Taman Ceria Surabaya, Sabtu (18/4). Para ibu itu adalah orang tua dari siswa sekolah yang beralamat di Jl. Manyar Airdas Surabaya itu. Sosialisasi ini dilaksanakan dalam rangka peringatan Hari Bumi 22 April. Hadir sebagai narasumber pada sosialisasi ini adalah Wiwik Esti dari Badan Lingkungan Hidup Provinsi Jawa Timur dan Mochamad Zamroni dari Tunas Hijau.

Disampaikan Wiwik Esti bahwa pemanasan global telah terjadi di bumi ini. Pemanasan global atau global warming adalah naiknya rata-rata suhu permukaan bumi karena semakin banyaknya gas-gas rumah kaca yang terdapat di atmosfer bumi. “Gas-gas rumah kaca tersebut memerangkap sinar matahari yang seharusnya dipantulkan keluar angkasa sehingga menambah panas bumi ini. Gas-gas rumah kaca itu adalah akibat dari aktivitas manusia,” kata Wiwik Esti, yang kepala sub bidang peningkatan peran serta masyarakat Badan Lingkungan Hidup Provinsi Jawa Timur.

Sementara itu Tunas Hijau dengan menggunakan beberapa media display berpesan pada agar ibu-ibu yang hadir ikut serta mencegah semakin buruknya dampak pemanasan global. “Ibu-ibu sekalian, tolong dipastikan di rumah tidak lagi ada yang menggunakan lampu dop. Kalau masih ada yang menggunakan lampu jenis ini harap segera diganti dengan lampu neon atau lampu hemat energi. Ini karena lampu neon lebih hemat sampai 80% daripada lampu dop,” kata aktivis senior Tunas Hijau Zamroni.

Ditambahkan Zamroni bahwa upaya penghematan listrik menjadi suatu keharusan bagi kita semua. Caranya dengan sedapatnya menghindari penggunaan pendingin ruangan yang membutuhkan daya listrik tinggi. “Jika masih memungkinkan sebaiknya menggunakan kipas angina atau memanfaatkan ventilasi udara yang ada. Jangan sampai saat sudah mengantuk kita membiarkan televise menyala. Bila demikian, maka bisa jadi bukan kita yang menonton televise tapi televise yang menonton kita yang sedang tidur,” kata Zamroni.

Di akhir sesi sosialisasi, Tunas Hijau berbagi tentang pentingnya pengolahan sampah organik dari sumbernya, yaitu rumah tangga atau dapur. Ini penting, karena sampah organik yang tidak diolah akan menghasilkan gas metana. Gas ini adalah salah satu gas rumah kaca yang memiliki daya panas 25 kali lebih besar dari gas rumah kaca jenis karbondioksida. “Kita bisa mengolah sampah organik menjadi pupuk kompos dengan meniru cara kucing mengolah kotorannya. Yaitu dengan menempatkan sampah organik pada lubang tanah atau kompos yang sudah disiapkan. Lalu menutupnya lagi,” kata Zamroni sambil memperagakan cara penggunaan komposter berbentuk keranjang yang biasa digunakan mengolah sampah organik skala rumah tangga. (dani)