Bagusnya Pengelolaan Kota di Singapura
Tepat pukul 06.00 wib, Senin (8/6), pesawat Garuda Indonesia nomer penerbangan GA 824 berangkat dari Bandara Juanda Internasioal menuju Singapura. Sebenarnya perjalanan dari Surabaya menuju Singapura hanya ditempuh sekitar 2 jam 30 menit saja, namun pesawat yang membawa rombongan delegasi Pemerintah Kota Surabaya baru sampai di International Changi Airport Singapura sekitar pukul 11.30 waktu Singapura atau 1 jam lebih awal. Hal tersebut dikarenakan pesawat transit terlebih dahulu di Bandara Soekarno Hatta Cengkareng.
Rombangan ini terdiri dari tokoh Masyarakat Madura Muhamat Mukhtar, Anggota DPRD Kota Surabaya Tri Didiek Adihono, Perwakilan Kader Lingkungan Kecamatan Rungkut Lilik Usmayanti dan Umi Rodiyah, Sekretaris PKK Kota Surabaya Fathmawati, Uli Peduli Nunuk, Tunas Hijau Adetya Firmansyah serta beberapa tokoh masyarakat lainnya. Keberangkatan mereka ke Singapura merupakan study tour yang digagas oleh Wali Kota Surabaya Bambang Dwi Hartono.
Tempat pertama yang dikunjungi oleh rombongan adalah Banana Leaf Restoran atau restoran masakan India. Selama perjalanan rombongan begitu takjub tentang penataan kota di Singapura. Pemerintah Singapura sangat mengoptimalkan penggunaan lahannya. Maklum, luas negara Singapura tidak lebih besar dari pulau Bali dengan penduduk sekitar 1,7 juta. Bahkan jalan menuju atau keluar Bandara Changi bisa digunakan sebagai tempat mendarat pesawat apabila bandara Changi sedang mengalami masalah atau terkena serangan teroris.
Sesampai di Banana Leaf Restoran, rombongan disuguhi masakan khas India, yakni Buffel fried Rice atau kalau di Jakarta disebut nasi mawut. Sedangkan lauknya adalah ayam dan ikan tuna yang semuanya pedas. Uniknya makan di semua restoran India di Singapura adalah cara makan yang tidak menggunakan sendok dan piring. Nasi ditempatkan di selembar daun pisang dan dimakan tanpa sendok yakni menggunakan tangan seperti kebiasaan masyarakat Surabaya dahulu.
Setelah mengisi makan siang di Banana Leaf Restoran, rombongan menuju tempat yang dinamakan England Bridge atau jembatan Inggris. Di tempat ini rombongan sempat turun untuk melihat jembatan tertua Inggris yang dibangun sejak abad 18. Meskipun bangunan tersebut sudah berusia ratusan tahun, namun jembatan tersebut masih nampak kokoh. Besi-besi pembatas jembatan tersebut dikirim langsung dari Negara Skotlandia. Jembatan tersebut juga berseberangan dengan jembatan yang digunakan umtuk lintasan balap mobil Formula 1 yang hanya digunakan ketika balapan berlangsung.
Perjalanan dilanjutkan menuju ke Sungai Singapura yang letaknya tidak begitu jauh dari England Bridge. Di Sungai inilah Patung Mother Marlyon and Son Marlyon atau ikon kebanggaan Singapura berdiri. Sebenarnya patung Marlyon ada 3, yakni Fahter Marlyon, Mother Marlyon dan Son Marlyon. Letak Mother and Son berada di Sungai Singapura. Sedangkan Father Marlyon diletakkan di Fantasi World atau Dunia Fantasi Kota Singapura, yang letaknya sekitar 5 km dari Sungai Singapura.
Tempat tujuan selanjutnya adalah pabrik coklat. Perjalanan rombongan di Singapura didampingi oleh pemandu dari Batam Hutapean Sagara. Menurut Ara, sapaan akrabnya, pemerintah Singapura begitu memaksimalkan lahan yang ada. Bahkan mal-mal hampir 40 % berada di bawah tanah dan menyambung antara satu mal dengan mal yang lain. Selain itu, untuk mengurangi tingkat kemacetan, pemerintah hanya membatasi umur mobil sampai 10 tahun saja. Apabila pemilik mobil ingin tetap menggunakaan mobil tersebut, dia harus membayar pajak yang sama besar dengan harga mobil tersebut.
Selain dengan meninggikan harga pajak mobil, Pemerintah Singapura juga membedakan jenis mobil sesuai dengan warna plat nomor. Mobil warna hitam dan putih bisa digunakan setiap hari. Mobil warna kuning khusus akhir pekan Sabtu dan Minggu. Sedangkan warna kuning untuk 2 kali dalam seminggu, itupun sehari hanya 3 jam. Sehingga masyarakat Singapura lebih memilih menggunakan transportasi umum.
Bukan hanya pajak dan pembedaan waktu penggunaan mobil saja yang diterapkan. Pemerintah Singapura juga menarik pajak jalan untuk jalan-jalan tertentu. Harga rata-rata sekitar 1-2 dollar setiap jalannya. Jadi pemilik mobil harus mengeluarkan uang untuk pajak jalan setiap harinya sekitar 10-12 dollar. Pembayaran tidak dilakukan dengan uang tunai melainkan dengan smart card atau kartu berlangganan.
Malam harinya, rombongan menuju Fantasi World untuk menyaksikan Song of the Sea, yakni teater yang dipadu dengan permainan laser 4 dimensi. Song of the Sea belum diresmikan oleh pemerintah Singapura. Namun antusias masyarakat dari dalam dan luar negeri sangat besar sejak pertama kali ditampilkan tahun 2007 untuk menyaksikan acara tersebut. Begitu besarnya antusias pengunjung sampai-sampai pengunjung harus memesan minimal sehari sebelum pertunjukan. Apalagi ketika musim libur sekolah tiba.
Pertunjukan di Song of the Sea sangat unik. Selain permainan laser yang membuat penonton kagum, ada juga pertunjukan api dan drama yang ditampilkan pada pertunjukan yang berdurasi sekitar 1 jam tersebut. Pertunjukan tersebut digelar tepat di bibir pantai dan digelar 2 kali setiap hari. Jam pertunjukannya adalah pukul 06.40-07.40 dan 08.40-09.40 waktu Singapura. Tiket untuk menyaksikan pertunjukan ini adalah 12 dollar Singapura untuk semua usia.
Selesai menyaksikan pertunjukan tersebut, rombongan kemudian melajutkan perlajanan menuju Hotel Ibis di Bancoelan Street atau tepat berhadapan dengan Nanyang of Art University. Untuk menuju ke hotel rombongan terlebih dahulu menggunakan kereta api. Setelah itu baru perjalanan dilanjutkan dengan menggunakan bis. (Adetya Firmansyah)