Praktisi Pendidikan Dasar Belanda Ans van der Jagt Berbagi Pendidikan Lingkungan Hidup Pada Guru SD Se Tambaksari

Pendidikan lingkungan hidup menjadi topik pembahasan pada pertemuan guru-guru Sekolah Dasar se Kecamatan Tambaksari dengan praktisi pendidikan dasar dari Belanda Ans van der Jagt. Topik ini menjadi pembahasan karena upaya penyadaran pentingnya lingkungan hidup harus disampaikan melalui jalur pendidikan dan dilakukan pada usia dini. Kegiatan yang diselenggarakan Tunas Hijau bersama SDK Santa Theresia I Surabaya dan UPTD BPS Kecamatan Tambaksari ini diselenggarakan di aula SDK Santa Theresia I Surabaya, Senin (10/8). Lebih dari 60 guru mengikuti kegiatan ini.

Kondisi alam Belanda menjadi topik bahasan awal yang disampaikan oleh Ans van der Jagt. “Belanda adalah negara yang hampir semua daratannya berada di bawah permukaan air laut. Bahkan kondisi  saat ini, daratan Belanda berada 4 meter di bawah permukaan laut. Kondisi ini mengharuskan Belanda membuat bendungan atau tanggul di sepanjang pantai yang mengelilingi Belanda. Ini sudah dilakukan pada abad 18 sampai kapan pun,” kata Ans van der Jagt, orang tua dari simpatisan Tunas Hijau dari Belanda Pasquelle van der Jagt yang juga menjadi pemandu kegiatan ini.

Penerapan pendidikan lingkungan hidup (PLH) di sekolah-sekolah di Belanda biasanya diintegrasikan dalam mata pelajaran yang ada. Uniknya, pengintegrasian PLH ini dilakukan dengan mengajak para siswa berinteraksi dengan fenomena alam yang ada. “Pada pelajaran matematika misalnya, anak-anak diminta membandingkan dampak pemanasan global dari curah hujan yang ada dengan mengukur volume air hujan yang turun pada bidang dimensi tiga. Siswa lantas diminta membandingkan curah hujan setelah pemanasan global dengan curah hujan sebelum pemanasan global,” kata Ans van der Jagt.

Ans juga menyatakan kesalutan terhadap upaya PLH yang dilakukan banyak sekolah di Surabaya melalui upaya daur ulang sampah non organik. Sambil mengamati hasil-hasil pemanfaatan sampah non organik, Ans mengatakan bahwa pembelajaran ini tidak dilakukan di sekolah-sekolah di Belanda. “Ketrampilan memanfaatkan sampah non organik menjadi barang berguna seperti ini, di Belanda,  biasanya dilakukan di klub-klub di luar sekolah. Anak-anak harus membayar untuk bergabung di klub-klub ini,” kata Ans van der Jagt.

Mulyono, salah satu peserta memanfaatkan berbagi tentang pendidikan lingkungan hidup yang biasa diterapkan kepada anak didiknya. Dikatakan Mulyono, bahwa dia sering mengajak anak didiknya untuk melakukan kegiatan berkemah di tengah hutan di luar Kota Surabaya. “Pada saat berkemah itu, kami sering mengajak anak-anak untuk menikmati kondisi alam dengan banyak pepohonan rindang dan udara sejuk. Anak-anak tidak hanya kami ajak menikmati, mereka juga diajak mengandaikan pepohonan yang rindang dan banyak itu bisa ditanam di kota tempat tinggalnya,” kata guru SDN Rangkah 6 Surabaya Mulyono. (roni)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *