Anak-Anak Australia Dan Indonesia Berdiskusi Pemanasan Global

Bobby Bagus bergegas mengambil kipas angin yang berada di salah satu ruangan di Markas Tunas Hijau. Setelah mendapatkan kipas angin, siswa SMP Negeri 29 Surabaya itu mengangkat dan menempatkannya di depan kamera web. Tujuannya, agar anak-anak di Perth, Australia Barat, yang menjadi lawan bicara pada video conference tahu bahwa suhu hangat yang selalu dimiliki Surabaya tidak serta merta membuat semua warganya boros listrik dengan menggunakan pendingin ruangan atau AC. Video conference (VC) ini diselenggarakan di Markas Tunas Hijau dengan menggunakan sambungan internet Speedy – Speed That You Can Trust.

Berbeda dengan suhu rata-rata di Kota Surabaya yang mencapai 30 – 33 0C, suhu di Perth dan Australia Barat saat ini cukup sejuk dengan 18 0C pada siang hari. Suhu ini membuat masyarakat Australia Barat mengenakan pakaian yang cukup tebal dan berlengan panjang. Suhu ini akan semakin dingin hingga 10 0C pada malam dan pagi hari. Menurut Shelly, salah satu perwakilan anak Perth,  suhu yang cukup dingin ini mendorong masyarakat Perth menggunakan penghangat ruangan dengan tenaga listrik. Hal ini tentunya menyebabkan penggunaan listrik masyarakat Australia menjadi sangat tinggi.

Ketergantungan pada penggunaan listrik untuk menghangatkan ruangan itu membuat Puteri Lingkungan Hidup 2009 Alya menyarankan keenam anak Perth itu untuk berpindah ke Indonesia. Usulan Alya ini membuat keenam anak di Australia Barat yang menjadi lawan bicara anak-anak Tunas Hijau pada VC ini tertawa lepas. Begitu pula lebih dari 15 siswa SD dan SMP yang memadati ruangan utama Markas Tunas Hijau juga ikut tertawa lepas. Anak-anak dari Surabaya yang mengikuti conference ini berasal dari SMP Negeri 29, SMP Negeri 37 dan paguyuban Pangeran & Puteri Lingkungan Hidup 2009 dari SDN Kaliasin I Surabaya.

Pembicaraan pada VC pun berlanjut pada upaya penghematan energi listrik yang harus dilakukan untuk mengurangi dampak buruk dari pemanasan global. Dikatakan Alya bahwa dirinya bersama Tunas Hijau saat ini mengampanyekan penghematan listrik dengan mencabut peralatan listrik yang tidak digunakan. “Sebaiknya kita mencabut charger HP dari colokan listrik setelah pengecasan baterai telah penuh. Hal ini dapat mengurangi gas rumah kaca yang dihasilkan,” kata Alya yang menjadi salah satu juru bicara Tunas Hijau pada video conference itu.

Poster “Sungai Mengering” karya siswa SMP Negeri 29 Surabaya Yatik Pita juga menjadi topik pembicaraan yang menarik antara anak-anak Indonesia dan Australia pada VC itu. Dikatakan Ivy  yang menjadi juru bicara anak-anak Australia di Perth, kekeringan juga banyak terjadi di Australia. “Banyak dam-dam air yang menjadi sumber air masyarakat Australia mengering. Ini terjadi karena semakin sedikitnya pepohonan dan hutan yang ada di Australia,” kata Ivy setelah melihat poster Sungai mengering karya Yatik  Pita. (roni)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *