Budaya Mudik Lebaran & Berkurangnya GRK di Kota Besar

Oleh: Runner Up Pangeran Lingkungan Hidup 2009 Firman Syarifudin Saputra

Saat libur lebaran ini, saya bermain ke Tunjungan Plaza Surabaya beberapa kali. Saya bermain ke pusat perbelanjaan di jantung Kota Surabaya itu bersama dengan ayah, ibu, dan adik saya. Kami berangkat menuju Tunjungan Plaza Surabaya dengan menggunakan taxi. Saat di perjalanan, saya melihat keadaan jalan-jalan di Kota Surabaya ini sangat sepi, sangat sedikit dilalui mobil dan kendaraan bermotor lainnya.

Kondisi sepi ini disebabkan banyak penghuni Kota Surabaya yang pergi mudik ke kampung halamannya di luar kota untuk bersilaturahmi. Akibatnya, polusi udara yang biasanya banyak dihasilkan melalui sumber-sumber bergerak atau kendaraan bermotor menjadi sangat berkurang. Kualitas udara Kota Surabaya pun menjadi sehat pada beberapa hari libur lebaran. Gas rumah kaca CO2 penyebab pemanasan global yang dihasilkan dalam beberapa hari liburan lebaran ini juga sangat berkurang dari hari-hari biasanya. Kondisi jalanan yang sepi ini tentu berbeda dengan kondisi sehari-hari jalanan di Kota Surabaya, yang selalu padat dengan kendaraan bermotor. Sebagai akibatnya, kemacetan hampir terjadi di semua jalan.

Di dalam plaza pun tidak banyak pengunjung, tidak seperti hari-hari biasanya yang selalu padat dengan pengunjung. Kendaraan bermotor di tempat parkir juga sangat sedikit bila dibandingkan hari-hari biasa. Pertokoan banyak tutup. Aku merasa senang dengan kondisi yang terjadi beberapa hari ini dengan banyaknya pertokoan yang tutup. Ini berarti Bumi khususnya Kota Surabaya bisa sedikit tersenyum karena semakin sedikitnya gas rumah kaca yang dihasilkan dari aktivitas pertokoan. Pepohonan yang ada juga tidak terlalu bekerja keras untuk mengolah gas-gas rumah kaca dan polutan udara menjadi gas yang dibutuhkan manusia.

Coba bayangkan bila semua pertokoan melakukan aktivitas seperti pada hari-hari biasa. Tentunya banyak sekali lampu listrik yang dinyalakan. Belum lagi peralatan listrik lain yang digunakan di pertokoan. Padahal semakin tinggi pemakaian listrik berarti semakin banyak gas rumah kaca yang dihasilkan. Sedangkan semakin banyak gas rumah kaca yang dihasilkan, maka dampak pemanasan global semakin memburuk.

Libur lebaran selama seminggu ini tentunya juga membuat hampir tidak ada aktivitas industri atau pabrik. Yang tentunya cerobong asap pabrik juga tidak mengeluarkan gas rumah kaca dan polutan udara lainnya. Belum lagi banyaknya pemukiman penduduk yang ditinggal mudik penghuninya selama beberapa hari. Akibatnya tidak ada lagi peralatan listrik di rumah seperti pendingin ruangan, kipas angin, televisi, radio dan lemari es yang dinyalakan. Nyaris hanya lampu penerangan di depan rumah yang dinyalakan. Penurunan penggunaan listrik ini tentunya menurunkan secara drastis gas rumah kaca yang dihasilkan dari pemukiman di Kota Surabaya daripada hari-hari biasanya.

Semoga pada hari-hari normal selanjutnya tidak semakin banyak lagi gas rumah kaca yang dihasilkan masyarakat kota ini yang akan memperburuk lagi dampak pemanasan global.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *