El Nino Pengaruhi Pola Tanam Petani Dataran Tinggi
Pacet– Musim kemarau tahun ini datang relatif cepat. Meskipun baru berlangsung sekitar tiga bulan, namun banyak daerah mulai mengalami kekeringan dan kekurangan air. Padahal, musim kemarau tahun ini diprediksi akan berlangsung lebih panjang dibanding dengan musim kemarau tahun lalu. Dampak pergeseran musim kemarau ini lebih terasa untuk daerah-daerah yang terletak di dataran tinggi.
Sebenarnya, kekeringan lahan pertanian dataran tinggi adalah hal yang lazim terjadi setiap tahunnya pada waktu musim kemarau. Masyarakat pun telah memiliki pola tanam yang sesuai dengan kondisi ini. Namun yang tidak lazim adalah semakin meningkatnya perbedaan ketersediaan air antara musim penghujan dan musim kemarau dan pergeseran musim.
Untuk lahan pertanian dataran tinggi, pasokan air untuk pertanian berasal dari sumber air yang berada di atasnya. Sumber air ini berasal dari resapan air pada waktu musim hujan. Pada musim hujan, kebutuhan irigasi pertanian dengan mudah diperoleh dari sumber air dan limpahan air hujan yang tidak meresap ke tanah. Bahkan, jika curah hujan tinggi sering terjadi kelebihan air, dimana air akan langsung dialirkan ke saluran-saluran pembuangan.
Meskipun tidak semua air hujan meresap ke tanah dan tidak semuanya terbuang percuma, namun hutan dataran tinggi menjadi faktor penentu seberapa besar air yang dapat meresap ke tanah pada waktu musim hujan. Hutan dataran tinggi juga menjadi penentu seberapa besar air yang dapat dikeluarkan pada musim kemarau.
Percepatan musim kemarau yang terjadi tahun ini berpotensi mengacaukan pola tanam petani. Sumber-sumber air berfungsi ganda tidak pada waktunya untuk memenuhi kebutuhan air bersih sehari-hari dan untuk memenuhi kebutuhan irigasi pertanian. Saat ini, beberapa desa di Kecamatan Pacet, Kabupaten Mojokerto yang terletak di ketinggian 700-1000 dpl (di atas permukaan laut) mulai mengalami kekurangan pasokan air irigasi yang berimbas pada kekeringan di lahan-lahan pertanian.
Tanaman pertanian khas dataran tinggi yang membutuhkan banyak air, seperti wortel, bawang merah, bawang daun, buncis, gubis dan ubi jalar tidak dapat tumbuh dengan sempurna. Semestinya, pada Agustus seperti sekarang, tanaman-tanaman tersebut dapat tumbuh normal sesuai dengan yang diharapkan. Akibatnya, banyak petani mengalami kerugian akibat hasil panen yang tidak sesuai dengan yang diharapkan.
Pendistribusian sumber air juga menjadi polemik tersendiri bagi warga. Semakin rendahnya debit sumber air yang ada, tidak mampu lagi memenuhi kebutuhan air untuk pertanian maupun untuk kebutuhan kehidupan sehari-hari. Sering terjadi adu mulut antar petani untuk memperebutkan jatah air. Pertikaian antar dusun sering juga terjadi akibat jalur sumber air dari dusun satu dibelokkan alirannya ke dusun lain.
Bila direnungkan, dampak pergeseran musim kemarau seperti sekarang tidak perlu terjadi seandainya hutan dataran tinggi sebagai penyokong keberadaan air terjaga keberadaannya, atau terjadi peningkatan luas daripada tahun-tahun sebelumnya. Perlu bagi masyarakat untuk menyadari bahwa terlambat untuk memperdebatkan penyebab dan saling melempar akibat. Sesuatu yang harus dilakukan adalah segera memperbaiki, khususnya kondisi hutan dataran tinggi saat ini. (gengs)