Ikut Mencegah Pemanasan Global Dengan Selalu Membawa Bekal Makanan Dari Rumah

Oleh: Finalis Puteri Lingkungan Hidup 2009 Faradila Rizky Amalian

Saya hampir selalu membawa bekal makanan dan minuman. Kebiasaan ini saya lakukan sejak saya kelas 3 SDN Manukan Kulon III Surabaya. Alasannya, dengan membawa bekal saya berarti ikut mengurangi penggunaan sampah non organik yang hanya sekali pakai. Pernah sekali dalam seminggu saya tidak membawa bekal makanan karena pelajaran olah raga yang mengharuskan saya berangkat sekolah lebih awal. Bila kondisi seperti ini, saat saya tidak membawa bekal makanan dari rumah, saya biasanya makan dan minum saat istirahat sekolah dengan pergi ke kantin sekolah.

Di kantin sekolah, semua makanan dan minuman yang dijual tidak dibungkus oleh plastik atau pembungkus dari bahan non organik lainnya yang sekali pakai langsung buang. Sehingga saya tetap tidak menghasilkan sampah pembungkus dari aktivitas makan dan minum di sekolah. Sering juga bila tidak membawa bekal, saya menghabiskan waktu istirahat di sekolah untuk membaca buku. Saya tidak jajan sembarangan karena sampah-sampah non organik yang dihasilkan dapat merusak kelestarian lingkungan hidup sekitar yang berdampak pada pemanasan global.

Di luar sekolah saya, selain kantin juga banyak yang menjual jajan seperti pentol, cireng, otak-otak, batagor, sosis dan mainan. Menurut saya, jajanan itu kurang sehat dan higienis. Saya pernah sekitar tahun lalu mencoba membeli jajanan di depan sekolah itu. Alhasil, saya langsung batuk-batuk. Semenjak peristiwa itu saya tidak pernah membeli jajanan di depan sekolah. Sebetulnya guru-guru sekolah saya sudah melarang para siswa untuk membeli jajan di luar kantin sekolah. Bahkan ketika istirahat sekolah, pintu gerbang sekolah kami ditutup rapat untuk menghindari para siswa membeli jajanan di depan sekolah. Namun, teman-teman saya masih banyak yang membeli jajanan di depan sekolah.

Sebagai akibat dari banyaknya teman-teman sekolah saya yang membeli jajanan di depan sekolah, halapan depan sekolah menjadi kotor karena sampah pembungkus jajanan yang dibuang sembarangan. Jika ada acara penting, baru mereka berlomba-lomba untuk membersihkan sekolah. Teman saya juga sulit dinasehati untuk berbuat ramah lingkungan. Terkadang pada waktu piket kelas teman saya malah menyuruh teman yang lain untuk membersihkan kelas, sedangkan dia bercanda dengan teman yang lain.

Teman saya juga sering memetik tanaman dan membuat senjata perang-perangan. Kalau di dalam kelas, teman saya sering membuang kertas dengan membuat lempar-lemparan. Setelah itu sampah-sampah dibiarkan berserakan di dalam kelas. Sebelum guru kami menyuruh untuk membuang sampah-sampah itu ke tempatnya, teman-teman saya tidak mau membuang sampah itu. Sudah berapa kali saya menasehatinya tetapi mereka malah meledek dan tidak menghiraukanku.

Menurut saya, membawa bekal makanan dan minuman dari rumah perlu dilakukan semua siswa, karena dapat mengurangi sampah pembungkus makanan sekali pakai. Apalagi bila melihat kondisi tempat pembuangan akhir sampah masyarakat Kota Surabaya di Tempat Pembuangan Sampah Akhir (TPA) Benowo yang semakin memprihatinkan. Kondisi TPA Benowo pada Mei 2009, saat saya mengunjunginya, sudah setinggi sekitar 7 meter dan luasnya sudah 37 hektar. TPA itu Menerima 1200 ton sampah per hari. Bila tidak ada upaya serius masyarakat untuk menguranginya, maka TPA itu tidak akan lama lagi sudah tutup. (roni)

 
 
 

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *