Muara Sungai Wonorejo Dengan Banyak Spesies Burung Dan Sampah Non Organik

Oleh: Runner Up IV Puteri Lingkungan Hidup 2009 Claudia Alicia Buditanoyo

Sabtu, 12 September 2009, saya dan anak-anak SDK Santa Theresia I Surabaya mengadakan kunjungan ke sungai Wonorejo Surabaya yang mengalir mulai dam Jagir Surabaya hingga ke pantai timur Surabaya. Kami berangkat dari sekolah menuju tempat pemberangkatan perahu di Jl. Medokan Semampir Surabaya dengan menggunakan bus dan ditemani beberapa guru dan aktivis Tunas Hijau. Begitu sampai di Medokan Semampir, kami langsung naik perahu sambil melihat-lihat pemandangan sungai Wonorejo. Di sepanjang aliran sungai Wonorejo, saya melihat banyak sampah. Diantaranya sampah organik berupa dedaunan dan sampah non organik berupa plastik dan sterofoam pembungkus makanan dan minuman.

Di tengah sungai, saya sangat sedih karena melihat begitu banyak limbah yang berasal dari rumah penduduk setempat yang dibuang ke sungai. Di sisi lain, saya juga melihat aneka flora dan fauna yang banyak tumbuh di pinggiran sungai. Aneka flora yang hidup diantaranya pohon pisang, pohon bakau dan tanaman liar. Aneka fauna yang kami jumpai diantaranya kambing, burung, kera ekor panjang, ikan kepiting dan kerang. Begitu banyak jenis burung yang berterbangan diantara pepohonan bakau. Ada yang berukuran kecil seukuran burung gereja, ada pula yang berukuran besar seukuran ayam jantan dewasa. Dalam hatiku berkata “Begitu besar dan indah karya Agung Tuhan. Sayang bila tidak dirawat.”

Tidak lama kemudian, kami sampai di gubuk bambu yang berfungsi sebagai pos pemantauan kawasan hutan bakau. Di pos pantau ini, saya juga bisa melihat pemandangan sungai Wonorejo, muara sungai, dan kawasan pantai. Namun, sangat disayangkan kondisi muara sungai yang sudah banyak ditumbuhi pepohonan bakau ternyata banyak terdapat sampah non organik. Ada kaleng minuman energi, sterofoam, bekas sandal, kantong plastik, bungkus makanan, busana, dan beberapa jenis sampah non organik lainnya.

Sampah-sampah itu tidak dibuang langsung ke lokasi itu oleh orang-orang, karena tidak banyak orang yang mengunjungi tempat itu. Sampah-sampah non organik itu terbawa oleh aliran sungai sejak dari tengah kota. Sampah-sampah itu tidak juga hancur meskipun nampak sudah bertahun-tahun di muara itu. Yang ada, semakin hari jumlahnya semakin bertambah.

Saya berharap bisa ikut merawat Sungai Wonorejo, daerah muara sungai dan kawasan Mangrove di Surabaya itu. Caranya dengan mengajak orang-orang di sekelilingku agar tidak membuang sampah sembarangan. Terlebih bisa mengajak masyarakat memilah dan mengolah sampah organik dan non organik. Sampah organik diolah menjadi pupuk kompos. Sampah non organik khususnya yang tidak akan bisa terurai di dalam tanah seperti sterofoam juga sebaiknya dihindari penggunaannya.

Menurut informasi yang saya terima dari Tunas Hijau, menanam pohon mangrove atau bakau tidak semudah menanam pepohonan di daratan. Bakau adalah tanaman yang khusus hidup di daerah pasang surut air laut. Bila air laut sedang pasang, maka daratan yang ditumbuhi mangrove akan tergenangi oleh air laut. Bila air laut sedang surut, maka daratan yang ditumbuhi mangrove akan nampak tidak tergenangi oleh air laut. Bila di suatu kawasan pantai banyak ditumbuhi pepohonan bakau, maka kawasan itu akan banyak disinggahi burung-burung. Maklum, dimana pohon bakau tumbuh subur, disitu banyak hewan air yang hidup termasuk ikan yang menjadi makanan burung.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *