Pengenalan Ekosistem Sungai, Pantai Dan Hutan Bakau, Siswa SDK Santa Theresia I Kaget Dengan Banyaknya Spesies Burung Yang Ada di Muara Wonorejo

Surabaya-Naik perahu motor atau naik kapal mungkin sudah biasa dilakukan banyak orang. Tapi tidak dengan naik perahu motor yang bisa melihat aneka spesies burung pantai yang terbang dari kerumunan pepohonan bakau. Pengalaman ini seperti dirasakan oleh 36 siswa anggota tim lingkungan hidup SDK Santa Theresia I Surabaya, Sabtu (12/9), yang menyusuri Sungai Wonorejo hingga ke pantai yang berjarak sekitar 8 kilometer. Aktivitas pengenalan ekosistem sungai, pantai dan hutan bakau itu dilakukan bersama Tunas Hijau.

“Saya tidak pernah tahu sebelumnya bahwa di Surabaya ada kawasan dengan pepohonan bakau yang cukup banyak seperti ini. Di kawasan hutan bakau ini ternyata juga banyak tinggal burung-burung yang banyak jenisnya. Ada burung berukuran besar yang seluruh bulunya berwarna hitam legam. Ada yang sebagian sayapnya berwarna coklat. Ada yang hanya paruhnya berwarna coklat, sedangkan seluruh bulunya berwarna putih,” kata Claudia Alicia, siswa kelas 5 SDK Santa Theresia I yang kagum dengan pengalaman pertamanya itu.

Hal yang sama juga disampaikan oleh Michael Derian, siswa kelas 6. Dia sempat terperanjak melihat ternyata kera atau monyet ekor panjang juga menjadikan kawasan hutan bakau di muara Wonorejo itu sebagai tempat tinggalnya. “Ada dua ekor kera ekor panjang yang sepertinya induk kera. Ada dua atau tiga ekor yang masih kecil, yang sepertinya adalah anak-anak kera. Kera-kera ekor panjang itu nampak riang bergantungan diantara ranting-ranting pepohonan bakau di pinggir sungai,” kata Derian  yang sempat takut kera-kera itu melompat ke perahu yang digunakannya.

Namun, perjalanan yang cukup berkesan itu menjadi sedikit ternodai oleh banyaknya bekas batang pepohonan bakau berukuran besar yang habis ditebang. “Sepertinya pernah ada penebangan pepohonan bakau dalam jumlah besar yang dilakukan di kawasan ini. Apalagi, di muara Sungai Wonorejo juga banyak ditemukan sampah-sampah non organik seperti sterofoam, kanting plastik, botol dan sandal. Sampah-sampah non organik itu sepertinya berasal dari daratan yang dibawa melalui aliran sungai hingga sampai ke muara,” kata Jovian Philip, siswa kelas 6. (akbar/roni)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *