Penggunaan Listrik Di Desa Kakekku dan Kota Tempat Tinggalku

Oleh Runner Up Puteri LH 2009 Nyimas Salsabila Rahma

Liburan ini kami sekeluarga berkunjung ke rumah kakek di Desa Gambiran, Kabupaten Banyuwangi. Liburan ini dalam rangka mudik Lebaran Hari Raya Idul Fitri 1430 H. Mudik ke rumah di Banyuwangi ini selalu dilakukan keluarga kami di rumah kakek, karena kakek adalah anggota keluarga tertua yang masih hidup.

Kondisi alam di sana masih alami. Suhunya sejuk sekitar 180 Celcius karena berada di daerah pegunungan. Pegunungan di desa tempat tinggal kakek masih hijau, banyak pepohonan besar tumbuh dengan subur. Termasuk juga di sekitar rumah kakek, yang nyaris tidak ada lahan kosong tanpa pepohonan.

Hutan di pegunungan tempat tinggal kakek juga masih rindang. Banyak juga aneka macam tanaman berbunga yang masih hidup di sana. Masih banyak juga hewan yang hidup di hutan itu, seperti kera, burung dan masih banyak hewan lainnya. Sungai-sungai di desa juga nampak tidak tercemari dengan airnya yang bening dan segar alami. Air di sungai ini bening karena tidak banyak penggunaan bahan-bahan kimia oleh masyarakat setempat. Masyarakat masih banyak menggunakan bahan-bahan alami, sehingga air sungai masih jernih. Apalagi lokasinya cukup dekat dengan sumber mata air.

Penggunaan energi listrik di kota tempat tinggal saya, Kota Surabaya, sangat berbeda dengan di desa tempat kakekku tinggal di Banyuwangi. Di desa nyaris tidak menggunakan energi listrik  untuk pendingin ruangan, kipas angin, komputer dan rice cooker. Pendingin ruangan nyaris tidak digunakan karena lokasinya yang di daerah pegunungan dengan pepohonan yang tetap rimbun. Demikian juga kipan angin yang jarang digunakan karena rata-rata ventilasi rumah yang ada dibuat besar. Demikian juga alat memasak nasi listrik yang tidak digunakan karena masih menggunakan peralatan sederhana dengan dandang

Sedangkan di kota seperti Surabaya, banyak digunakan peralatan listrik seperti pendingin ruangan, rice cooker dan magic jar, lampu, komputer, kulkas, dispenser, kompor listrik, setrika, dan penyedot debu. Hal ini karena masyarakat kota banyak yang menginginkan serba cepat sehingga banyak menggunakan energi listrik. Akibatnya, biaya yang dikeluarkan untuk membayar tagihan listrik tiap bulannya cukup besar. Selain itu juga mengakibatkan bertambahnya gas karbondioksida yang merupakan salah satu gas rumah kaca penyebab pemanasan global.

Kondisi buruk di kota ini ditambah dengan kurangnya pepohonan pelindung, banyaknya pepohonan yang ditebang, dan kurangnya taman kota. Sungai-sungai yang ada di kota juga nyaris tercemar oleh limbah pembuangan dari rumah tangga dan pabrik-pabrik. Sehingga sungai di kota menjadi kotor, hitam dan tidak dapat dikonsumsi. Padahal air sungai yang tercemar merupakan sumber penyakit.

Harapan saya, masyarakat di kota mau mengurangi penggunaan listriknya suhu udara di kota khususnya tidak lebih panas. Masyarakat kota juga harus terus menggalakkan pemanfaatan lahan kosong untuk pepohonan. Sedangkan untuk masyarakat desa, saya berharap hutan yang ada tetap terjaga, sedangkan hutan yang gundul agar ditanami lagi. Semoga masyarakat di desa juga tetap mengurangi ketergantungan terhadap listrik.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *