Sampah, Harta Karun Yang Terbuang
Oleh: Puteri Lingkungan Hidup 2008 Malang Raya Kurnia Kusuma Syafitri
“Sampah”, kebanyakan orang langsung risih begitu mendengar kata yang satu ini. Padahal sampah sebenarnya adalah sesuatu yang bisa berharga. Kalau saja kita tahu bagaimana cara mengolahnya, sampah bisa berubah menjadi sesuatu yang berharga. Selain untuk menyelamatkan lingkungan hidup, pengolahan sampah juga bisa menghasilkan uang.
Untuk itu kita harus dan wajib untuk melakukan pengolahan sampah. Aku sudah mempraktekkannya mulai dari mengolah sampah organik berupa dedaunan dan sisa makanan, hingga mengolah sampah non organik dari plastik dan kertas. Ternyata, itu semua memang memberi manfaat yang besar. Aku mulai getol melakukan pemisahan dan pengolahan sampah saat aku duduk di kelas 1 SMP. Saat itu aku mulai benar-benar sadar betapa pentingnya kita melakukan penyelamatan lingkungan hidup.
Pertama, aku membudayakan hal ini lewat sekolahku yang saat itu memang memberi kesempatan untuk melakukan berbagai aksi penyelamatan lingkungan hidup. Mulanya aku belajar untuk melakukan pengomposan. Dengan mengumpulkan sampah yang dihasilkan sekolah bersama teman-teman, aku memulai proses pengolahan sampah dedaunan. Saat itu aku dan teman-teman bekerjasama dengan petugas kebun untuk mengumpulkan sampah. Lalu aku mendapat pengarahan dari ibu guruku tentang bagaimana cara membuat kompos.
Sejak saat itu aku selalu berusaha untuk melakukan pengolahan sampah. Secara bertahap, aku mengolah sampah di sekitarku. Diawali di lingkungan sekolah, aku terus mengembangkan ilmuku ini ke rumah. Satu kendala terbesar saat melakukan pengolahan sampah di rumah adalah bagaimana mengolah sampah dapur yang biasanya antara sampah dan kering selalu bercampur. Kata mamaku sih, terlalu ribet saat memasak kalau harus memisahkan sampah kering dan basah.
Namun akhirnya, keluargaku pun sadar bahwa kita harus melakukan hal kecil yang sangat penting ini demi bumi kita. Kini di rumah sampah dapur sudah dapat kupilah. Akupun sudah mulai menggunakan pengolahan sampah sisa makanan dengan keranjang komposter dan melakukan pengomposan.
Tidak hanya sampah organik, aku juga belajar mengolah sampah non organik seperti plastik. Untuk sampah jenis yang satu ini, aku lebih sering melakukannya bersama adikku di rumah. Ini karena adikku memang sangat senang membuat berbagai pernak-pernik dari barang bekas. Aku juga mendapat pelajaran di sekolahku di jam pelajaran lingkungan hidup.
Aku makin tertarik setelah aku mengikuti kegiatan wisata sampah yang diadakan Tunas Hijau. Saat itu aku sedang mengikuti seleksi Pangeran dan Putri Lingkungan Hidup 2008 Malang Raya. Saat mengikuti wisata sampah itu aku sadar betul bagaimana sampah yang dibiarkan menumpuk sangat merusak lingkungan dan mengganggu kesehatan. Aku melihat langsung kondisi TPA sampah yang sangat memprihatinkan. TPA ini menjadi tempat pembuangan akhir sampah masyarakat se Kota Malang.
Setelah wisata itu aku kini berusaha semaksimal mungkin mengolah sampah. Memang tidak mudah melakukannya, dan tidak dapat dipungkiri bahwa tidak semua sampah yang ada mampu kita olah. Namun, kita harus berusaha dengan maksimal dan jangan pernah malu untuk itu. Terkadang, ada orang yang mencela kita dengan berbagai kata yang tidak mengenakkan, seperti sok rajin, mentang-mentang atau apapun.
Tapi jangan pernah menyerah, karena jika bukan kita, siapa lagi yang akan menyelamatkan bumi ini. “Don’t Care Congore People” itu semboyanku dan teman-teman Paguyuban Pangeran dan Putri Kota Malang. Jadi, ayo kita selamatkan bumi! Salah satu caranya, dengan memisahkan dan mengolah sampah.