Di SMP 31, Ajak Siswa Bersih-Bersih Sampah Di Siang Bolong Dan Berbagi Cara Pendidikan Lingkungan Hidup Jepang dan Inggris
Empat puluh siswa SMP Negeri 31 Surabaya peserta pembinaan lingkungan hidup yang dilakukan Tunas Hijau (TH) patut diacungi jempol. Di saat kebanyakan siswa bergegas pulang sekolah, mereka dengan riang gembira di bawah terik matahari melakukan aktivitas bersih-bersih sampah plastik yang banyak terdapat di sekitar ruang laboratorium Sains SMP Negeri 31 Surabaya. Bersih-bersih itu mengakhiri pembinaan dengan narasumber pemuda simpatisan TH dari Inggris James Ogilvie dan dari Jepang Yusuke Koizumi, Kamis (8/10) siang.
Bersih-bersih sampah itu adalah salah satu jawaban dari tantangan yang diberikan James setelah mengajak mereka mengelilingi sekolah dengan dibarengi pemikiran kritis. Pemikiran kritis yang dimaksud adalah bagaimana idealnya kondisi lingkungan hidup di setiap jengkal lahan sekolah yang ada. “Misalnya, kalau ada tanah yang kosong dengan sinar Matahari yang cukup, maka seyogyanya tanah itu ditanami pepohonan. Juga bila ada sampah yang dibuang sembarangan, maka seharusnya segera dipindahkan ke tempat sampah,” terang aktivis Tunas Hijau Bram Azzaino sesaat sebelum mengajak siswa berkeliling.
Sementara itu, pada sesi awal pembinaan, Yusuke berbagi informasi tentang pendidikan lingkungan hidup (PLH) yang banyak diterapkan di sekolah-sekolah di Jepang. Diantara cara yang banyak diterapkan adalah setiap siswa diminta menanam dan memelihara tanaman mulai biji hingga tumbuh besar. Melalui program ini, siswa tidak hanya diminta melakukan penyiraman. Lebih dari itu, siswa juga diminta melakukan pengamatan pertumbuhan tanaman yang dipeliharanya. “Hasil pengamatan itu lantas ditulis dalam laporan perkembangan tanaman. Biasanya hingga tanaman itu berusia 3 bulan,” kata Yusuke Koizumi.
Cara lain untuk penerapan PLH di sekolah-sekolah Jepang adalah menyediakan tempat sampah terpilah menjadi beberapa macam. Tempat sampah terpilah itu disediakan di banyak sudut sekolah yang cukup mudah dijangkau oleh warga sekolah. “Tempat sampah khusus yang biasanya disediakan adalah gelas atau kaca, plastik pembungkus, kaleng, botol pet (plastik) dan sampah yang mudah terbakar,” jelas Yusuke sambil menunjukkan beberapa bentuk tempat sampah yang disediakan di Jepang. Aktivitas di luar ruangan yang bernuansa alam menjadi salah satu implementasi PLH yang banyak digemari oleh para siswa. “Biasanya dilakukan dengan berkemah di hutan atau gunung,” kata Yusuke. Uniknya, pada aktivitas berkemah ini, anak-anak dilarang meninggalkan sampah khususnya sampah non organik pembungkus. “Kalau ada sampah yang dihasilkan dalam aktivitas berkemah itu, maka sampahnya harus dibawa pulang kembali,” tambah Yusuke. Tidak jarang aktivitas berkemah ini mengikutsertakan orang tua siswa. (roni)