Sebelas Sekolah Dasar Ikuti Workshop Lingkungan Hidup “By Kids For Kids” Di SDK Kristus Raja

Surabaya- Keempat siswa SDN Kejawan Putih I Surabaya Diah, Leny, Robi dan Evan mengaku sangat senang karena bisa karena bisa belajar cara bercocok tanam secara organik dan mendaur ulang kertas bekas menjadi kertas baru. Mereka juga mengaku jadi bisa mengolah sisa makanan dan mengolah sampah daun menggunakan Biopori. Pengetahuan ini didapat setelah mengikuti workshop pengelolaan lingkungan hidup di sekolah “By Kids For Kids” yang digelas SDK Kristus Raja dan Tunas Hijau, Rabu (18/11) pagi, di SDK Kristus Raja, Jl. Wisma Permai Tengah I Surabaya. Apalagi pengetahuan yang didapat itu disampaikan oleh anak-anak sebayanya, para siswa SDK Kristus Raja Surabaya.

SDN Kejawan Putih I bukanlah satu-satunya sekolah yang menjadi peserta workshop lingkungan hidup yang juga menghadirkan pemuda simpatisan Tunas Hijau dari Inggris James Ogilvie dan dari Jepang Yusuke Koizumi. Sekolah lain yang juga mengirimkan siswa sebagai peserta adalah SDN Manyar I, SDN Kalisari II, SDN Kalijudan II, SD YPPI IV, SDN Kejawan Putih II, SDN Sutorejo I, SDN Mulyorejo, SDN Kalisari I, SDN Manyar Sabrangan I dan SDN Manyar Sabrangan II Surabaya. Kesebelas sekolah itu berasal dari satu kecamatan Mulyorejo.

Kesan yang sama juga dirasakan oleh siswa SDN Manyar Sabrangan II Rachma Annisa. Menurut Annisa, dengan mengikuti workshop ini dirinya menjadi mengerti tentang definisi pertanian organik. “Pertanian organik adalah aktivitas bercocok tanam yang dilakukan tanpa menggunakan bahan kimia selama proses bercocok tanam. Mulai dari benih tanaman, pupuk yang digunakan dan cara perawatan tanaman dilakukan secara alami. Pupuknya, ya, menggunakan kompos. Asyiknya lagi, aku dan teman-teman juga mendapat kesempatan praktek langsung di kebun sekolah ini (SDK Kristus Raja),” kata Rachma Annisa.

Senada dengan Rachma Annisa, siswa SDN Sutorejo I Surabaya Mega Puspitasari juga merasakan hal yang sama. Melalui workshop ini Mega merasakan pentingnya mengolah sampah organik khususnya sisa makanan menjadi kompos. “Sampah organik khususnya sisa makanan yang tidak diolah bisa menyumbangkan gas rumah kaca yang akan memperburuk pemanasan global di Bumi ini. Saya juga mengerti cara mengolah sampah sisa makanan menggunakan komposter yang berbentuk keranjang itu,” jelas Mega Puspitasari. Mega pun berharap bisa menerapkan pengetahuan ini di sekolahnya. (ron)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *