Penilaian Kelurahan Gundih Dengan 6 RW Yang Lolos 42 Besar Penilaian Hari IV Surabaya Berbunga 2009

Surabaya- Heboh dan meriah, begitulah suasana penjurian Surabaya Berbunga 2009 di Kelurahan Gundih, Kamis (3/12). Kehebohan tersebut berlangsung tatkala setiap RT dari 6 RW di Kelurahan Gundih yang lolos 42 besar menampilkan yel-yel mereka masing-masing. Berbagai atribut dari barang-barang daur ulang digunakan untuk menyemarakkan suasana. Ada juga penampilan unik tokoh warok untuk menyambut kedatangan tim juri Surabaya Berbunga 2009, diantaranya tim Tunas Hijau.

Menurut Tunas Hijau, kampung yang memiliki julukan kampung Siluman (Bersih, Low Polusi, Hijau dan Aman), dilihat dari fisik kampong sudah cukup hijau. Namun secara non fisik, seperti pemilahan sampah masih kurang. Hal ini dilihat dari masih tercampurnya sampah di beberapa tong sampah, meskipun terdapat kantong-kantong atau keranjang-keranjang yang disediakan untuk sampah liar (sampah yang berasal dari pejalan kaki atau pengendara sepeda motor). Kampung ini juga mengembangkan Kayukura (Kotak kayu yang berfungsi sebagai komposter).

Banyaknya kampung di Kelurahan Gundih yang terlibat dalam program Surabaya Berbunga 2009 secara tidak langsung merupakan imbas dari RT 7 RW 10. Kampung RT 7 inilah inilah yang memulai terlebih dahulu mengikuti pagelaran Surabaya Green & Clean tahun sebelumnya. Sejak saat itu, banyak sekali kampung lainnya yang terlibat dalam program yang sama. Kali ini RT 7 RW 10 mengembangkan water treatment atau alat pengolah air limbah. Pengolah air limbah tersebut difungsikan untuk mengolah air yang berasal dari kamar mandi atau dapur untuk dijernihkan agar layak disiramkan ke tanaman.

“Sebagian besar kampung di Gundih sudah mulai menggunakan alat ini (water treatment). Ini merupakan inisiatif warga untuk menghemat air,” ujar salah satu kader lingkungan RT 7 RW 10. Menurut Tunas Hijau, menghemat air juga merupakan salah satu upaya untuk menghambat lajunya pemanasan global. “Selain merupakan salah satu upaya menghambat pemanasan global, inovasi seperti inilah yang harus dikembangkan oleh kampung-kampung lainnya, karena saat ini masih banyak kampung yang berkutat pada upaya mendaur ulang sampah kering. Sementara barang-barang daur ulang tersebut tidak digunakan sehari-hari,” jelas aktivis Tunas Hijau Adetya Firmansyah. (det)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *