Penyu Laut

Bisa menyaksikan penyu laut di habitat aslinya sedang mengeluarkan banyak telur dari tubuhnya adalah suatu anugerah. Kesempatan ini patut disyukuri, karena penyu laut tergolong hewan yang sangat reaktif pada gangguan.

Maksudnya, bila ada gangguan yang mensinyalkan bahwa di pantai yang ditujunya ada manusia, maka penyu laut yang sudah mendarat di pantai itu akan segera kembali. Berbeda bila penyu laut sudah mulai bertelur, maka gangguan apapun tidak akan dihiraukannya hingga telur terakhir dikeluarkannya. Kesimpulan ini didapat Tunas Hijau setelah melakukan kegiatan “Konservasi Penyu Laut” di Pantai Sukamade, Taman Nasional Meru Betiri, Banyuwangi, pertengahan November 2009.

Penyu laut termasuk kelompok reptilia yang mempunyai daerah jelajah sangat luas. Penyu laut mendiami laut tropis dan subtropis di seluruh dunia. Penyu telah mengalami beberapa adaptasi untuk dapat hidup di laut, diantaranya dengan adanya tangan dan kaki yang berbentuk seperti sirip dan bentuk tubuh yang lebih ramping untuk memudahkan mereka berenang di air. Penyu laut juga memiliki kemampuan untuk mengeluarkan garam-garam air laut yang ikut tertelan bersama makanan yang mereka makan. Penyu laut juga mempunyai kemampuan untuk tinggal di dalam air dalam waktu yang lama selama kurang lebih 20-30 menit.

Telinga penyu laut tidak dapat dilihat, tetapi memiliki gendang telinga yang dilindungi oleh kulit. Penyu laut dapat mendengar suara-suara dengan frekuensi rendah sangat baik dan daya penciuman yang juga mengagumkan. Penyu Laut juga dapat melihat dengan sangat baik di dalam air. Penyu laut memiliki cangkang yang melindungi tubuh mereka dari pemangsa.

Penyu laut berbeda dengan kura-kura. Bila dilihat sepintas, penyu laut dan kura-kura mereka memang terlihat sama. Ciri yang paling khas yang membedakan penyu laut dengan Kurakura yaitu bahwa penyu laut tidak dapat menarik kepalanya ke dalam apabila merasa terancam.

Meskipun hidup di laut, penyu laut tidak memiliki insang seperti halnya ikan untuk bernapas, karena itu mereka muncul sekali-sekali ke permukaan untuk mengambil udara.

Spesies-spesies Penyu laut di Indonesia

Ada tujuh spesies penyu di dunia. Enam spesies diantaranya ditemukan di perairan Indonesia, yaitu:

1. Penyu sisik (eretmochelys imbricata)

2. Penyu lekang (lepidochelys olivacea)

3. Penyu tempayan (caretta caretta)

4. Penyu hijau (chelonia mydas)

5. Penyu pipih (natator depressa)

6. Penyu belimbing (dermochelys coriacea)

Spesies penyu yang paling banyak ditemukan dan memiliki wilayah jelajah yang luas di perairan kepulauan Indonesia adalah penyu hijau (chelonia mydas) diikuti oleh penyu sisik (eretmochelys imbricata). Penyu hijau tidak mudah dibedakan dengan penyu-penyu lainnya.

Perkembangbiakkan

Penyu membutuhkan kurang lebih 15-50 tahun untuk dapat melakukan perkawinan. Selama masa kawin, penyu laut jantan menarik perhatian betinanya dengan menggosok-gosokkan kepalanya atau menggigit leher sang betina. Sang jantan kemudian mengaitkan tubuhnya ke bagian belakang cangkang si betina. Kemudian si jantan melipat ekornya yang panjang ke bawah cangkang betina. Beberapa jantan dapat saling berkompetisi untuk merebut perhatian si betina.

Hanya penyu laut betina yang pergi ke pantai untuk bersarang dan menetaskan telurnya. Penyu laut jantan jarang sekali kembali ke pantai setelah mereka menetas. Penyu laut pergi untuk menetaskan telurnya ke pantai dimana mereka dulu dilahirkan.

Penyu betina naik ke pantai untuk bertelur. Dengan kaki depannya, mereka menggali lubang untuk meletakkan telur-telurnya. Kemudian mereka mengisi lubang itu dengan telur-telurnya sebanyak sekitar 100 butir (bahkan lebih).

Kemudian penyu betina dengan hati-hati menutup kembali lubang tersebut dengan pasir dan meratakan pasir tersebut untuk menyembunyikan atau menyamarkan letak lubang telurnya. Setelah proses melelahkan ini, sekitar 1-3 jam, berakhir, penyu kembali ke laut. Penyu termasuk jenis hewan yang cerdik. Untuk mengamankan telur-telur yang telah dikeluarkannya di pasir pantai berwarna putih, penyu betina biasanya sengaja membuat lubang baru yang jaraknya antara 3-5 meter dari tempat telur-telurnya dikeluarkan. Lubang baru ‘kamuflase’ itu sengaja tidak diratakan dengan pasir.

Penyu umumnya lambat dan canggung apabila berada di darat, dan bertelur adalah hal yang sangat melelahkan. Penyu yang sedang bertelur sering terlihat mengeluarkan air mata. Padahal, sebenarnya mereka mengeluarkan garam-garam yang berlebihan di dalam tubuhnya.

Beberapa penyu dapat menghentikan proses bertelur apabila mereka terganggu atau merasa dalam bahaya. Maka, sangat penting diketahui bahwa jangan mengganggu penyu yang sedang bertelur.

Ancaman terhadap penyu

Penyu laut telah mengalami penurunan populasi yang dramatis dalam jangka waktu terakhir ini. Bahkan beberapa spesies terancam kepunahan dalam waktu yang dekat. Di alam, Penyu yang baru menetas menghadapi ancaman kematian dari hewan-hewan seperti kepiting, burung, babi hutan dan reptilia lainnya seperti biawak.

Ancaman yang paling besar bagi penyu di Indonesia, seperti juga halnya di seluruh dunia, adalah manusia. Pembangunan daerah pesisir yang berlebihan telah mengurangi habitat penyu untuk bersarang. Penangkapan penyu untuk diambil telur, daging, kulit, dan cangkangnya telah membuat populasi penyu berkurang. Di beberapa negara, penduduk masih mengambili telur penyu untuk dikonsumsi. Telur-telur itu dapat ditemui di pasar.

Penyu hijau termasuk penyu yang dimanfaatkan secara berlebihan (over eksploitasi) oleh penduduk Indonesia. Mereka dibunuh untuk diambil dagingnya. Bali merupakan konsumen terbesar penyu laut. Mereka menggunakan penyu dalam upacara-upacara adat mereka. Ribuan penyu telah terbunuh untuk memenuhi permintaan pasar di Bali.

Tindakan penyelamatan

Penyu telah terdaftar dalam daftar Apendik I Konvensi Perdagangan Internasional Flora dan Fauna Spesies Terancam (Convention on International Trade of Endangered Species – CITES). Konvensi tersebut melarang semua perdagangan internasional atas semua produk/hasil yang datang dari penyu, baik itu telur, daging, maupun cangkangnya.

Kita dapat ikut serta melestarikan spesies penyu laut, diantaranya dengan:

1. Tidak mengkonsumsi makanan yang berasal dari penyu (telur, daging)

2. Tidak menggunakan barang-barang yang terbuat dari cangkang penyu,  seperti bingkai kacamata, dll

3. Tidak membuang sampah plastik dan benda-benda lain yang berbahaya ke dalam laut. Penyu dapat salah mengartikan plastik sebagai makanan mereka yaitu ubur-ubur, sehingga menyebabkan sakit atau kematian penyu yang memakannya.

4. Tidak mengganggu penyu yang sedang bertelur, karena dapat menghentikan proses bertelur apabila merasa terancam. Hal-hal yang mengganggu proses telur bertelur diantaranya menyalakan lampu, senter, korek atau rokok; menimbulkan suara gaduh; dan meninggalkan barang bawaan di pantai yang menjadi tempat Penyu Laut menetaskan terlurnya.

5. Tidak mengambil telur-telur penyu, karena akan menghancurkan populasi penyu

6. Menjaga kesehatan terumbu karang kita. Terumbu karang yang sehat merupakan tempat makan dan tempat tinggal yang baik untuk penyu.

7. Turut mendukung program konservasi penyu laut.

8. Tidak membuang sampak sembarangan, karena pada akhirnya sampah yang dibuang sembarangan akan mengalir ke sungai dan laut. Sedangkan penyu laut sering salah makan sampah plastik, yang dikiranya adalah sejenis hewan laut yang bisa dimakan. Bila sampah plastik yang dimakan, maka penyu laut akan mengalami gangguan pencernaan yang bisa mengakibatkannya mati.

9. Melakukan upaya penyadaran kepada masyarakat sekitar penyu laut menetaskan telur agar ikut serta menjaga kelestarian lingkungan hidup kawasan itu. Diantaranya dengan membiarkan pepohonan alami yang ada di sekitar kawasan itu dan menjadikan kawasan itu tetap alami.

Penulis: Mochamad Zamroni