RW 8 Kelurahan Genteng Hanya Mengandalkan Satu RT, Bapak-Bapak & Anak-Anak Ikut Atraksi Di RW 4 Kelurahan Tembok Dukuh Penjurian 42 Besar Hari III Surabaya Berbunga 2009

Surabaya- “Kejalan Semarang Beli Buku, Gunanya Untuk Dibaca, Kembangnya Tembok Dukuh, Ya Asem Jaya”, adalah salah satu parikan yang dipasang di gapura RT 04 RW 4 Kelurahan Tembok Dukuh Surabaya saat penjurian 42 besar Surabaya Berbunga 2009, Rabu (2/12). Selain itu, tim juri yang diantaranya Tunas Hijau juga disuguhkan oleh kehebohan yel-yel warga RW 4 Kelurahan Tembok Dukuh. Bukan hanya ibu-ibu kader lingkungan saja yang beratraksi, bapak-bapak dan anak-anak juga ikut menyemarakkan suasana penjurian lapangan di Kelurahan Tembok Dukuh Surabaya.

Namun, antusiasme warga menyongsong Surabaya Berbunga 2009 masih kurang ditopang oleh komitmen tinggi warga untuk meningkatkan kualitas lingkungan hidup mereka. Setidaknya hal itulah yang dapat disimpulkan oleh dua aktivis Tunas Hijau Adetya Firmansyah dan Narendra F. W. salah satu tim juri Surabaya Berbunga 2009. Terlihat dari masih banyak sampah yang tercampur di tempat-tempat sampah yang tersebar di wilayah RW 4. Selain itu, pada saluran sanitasi kampung masih terlihat banyak sampah. Hal itu nyaris luput dari pantauan tim juri, mengingat hampir seluruh bagian saluran tersebut ditutup oleh warga untuk penempatan pot-pot tanaman.

Kondisi tersebut berbeda dengan RT 3 RW 8 Kelurahan Genteng Surabaya. Tidak salah bila kampung ini mendapat sebutan hutan di tengah perkotaan. Sebutan ini layak didapat karena hampir sebagian besar wilayah RT 3 tertutup dengan tanaman. Selain itu, warga RT 3 juga membudidayakan tanaman obat dan tanaman hias. Untuk sampah, warga sudah terbiasa memilah sampah dari dapur, sehingga sampah basah seperti sisa nasi, sisa sayuran atau kulit buah semuanya dimasukkan dalam keranjang komposter. Untuk sampah kering, warga masih kesulitan untuk mengolah seluruh sampah-sampah tersebut.

Namun, upaya tersebut hanya dilakukan di RT 3 saja, sedangkan RT lainnya di RW 8 masih belum sepenuhnya melakukan upaya tersebut. Tentunya hal itu mempengaruhi jumlah nilai yang diberikan oleh tim juri, karena pada program Surabaya Berbunga 2009 pencarian pemenang dilakukan dengan mengakumulasikan nilai masing-masing RT yang ada di RW tersebut. ”Banyak sekali wilayah yang hanya menonjolkan satu RT saja, tetapi RT-RT lainnya masih biasa-biasa saja. Parahnya lagi perbedaan tersebut dirasa sangat jauh,” ujar aktivis Tunas Hijau Adetya Firmansyah. (det)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *