Tunas Hijau Kampanye Lingkungan Hidup Climate Act Now!, Ajak Masyarakat Sikapi Kesepakatan Copenhagen
Menyikapi hasil KTT Perubahan Iklim 2009 di Copenhagen (COP 15) yang menghasilkan keputusan kurang mengikat, Tunas Hijau mengajak setiap orang untuk tidak hanya berpangku tangan. Bahwa untuk menghambat pemanasan global bukanlah hanya tanggung jawab pemerintah saja, namun tanggung jawab setiap orang. Ajakan untuk secara individu bersama-sama itu menghambat semakin buruknya dampak pemanasan global itu disampaikan Tunas Hijau dengan aksi turun jalan bertemakan Climate Act Now!, Selasa (22/12) mulai pukul 15.00 – 16.00 Wib di Taman Bungkul Surabaya.
Pada kampanye ini dilakukan gerakan-gerakan atraktif oleh seluruh peserta kampanye. Dengan gerakan atraktif itu, pada bagian depan tubuh peserta secara kolektif membentuk kalimat “CLIMATE ACT NOW”. Sedangkan pada bagian belakang tubuh peserta secara kolektif membentuk kalimat “MITIGATION NOW”. “Climate Act Now dan Mitigation Now adalah dua slogan yang memvisualkan pesan bahwa tanggung jawab menghambat laju semakin buruknya pemanasan global dan perubahan iklim adalah tanggung jawab setiap individu. Caranya dengan melakukan Mitigation atau Mitigasi sekarang juga,” kata aktivis senior Tunas Hijau Dony Kristiawan yang menjadi koordinator aksi.
Peserta kampanye yang berjumlah 30 orang ini juga mengecat wajah mereka dengan bendera negara-negara dunia peserta KTT Perubahan Iklim Copenhagen COP 15. Mereka juga melakukan gerakan atraktif dengan mengangkat maskot bola Bumi dengan seluruh kepala mereka sebagai visual bahwa penyelamatan Bumi harus menjadi prioritas setiap bangsa dan setiap orang. “Tanggung jawab menyelamatkan Bumi dari semakin buruknya dampak pemanasan global bukan hanya tanggung jawab negara maju saja. Bukan saja tanggung jawab negara pemilik hutan. Melainkan tanggung jawab semua negara dan semua orang,” kata aktivis senior Tunas Hijau Sugeng yang mendampingi kampanye.
Sedangkan Mitigasi atau tindakan yang bisa mengurangi dampak buruk pemanasan global yang bisa dilakukan setiap orang diantaranya dengan menggunakan produk yang ramah lingkungan hidup dan mengganti lampu dop yang boros listrik dengan lampu hemat listrik. “Mengolah sampah, travel smart, menanam pohon, memanfaatkan lahan kosong untuk pepohonan, menggunakan tas belanja dari bahan yang bisa dipakai berulang kali dan mencabut peralatan listrik bila tidak digunakan juga menjadi tindakan yang sudah harus dilakukan,” tambah Dony Kristiawan. Beberapa contoh tindakan Mitigasi dalam bentuk poster juga dibawa peserta kampanye ini.
Pada kampanye Climate Act Now yang digelar Tunas Hijau ini divisualkan dua puluh delapan negara dari 159 negara yang mengikuti United Nations Conference on Climate Change – COP 15 Copenhagen, Denmark. Dua puluh delapan negara yang divisualkan itu adalah: Aljazair, Arab Saudi, Australia, Bangladesh, Bhutan, Brazil, China, Columbia, Costa Rica, Denmark, Ethiopia, Perancis, Gabon, Jerman, Grenada, India, Indonesia, Japan, Kenya, Lesotho, Maldives, Mexico, Norwegia, Papua Nugini, Rusia, Afrika Selatan, Korea Selatan, Spanyol, Sudan, Swedia, Inggris dan Amerika Serikat.
Negara-negara tersebut sengaja dipilih karena sangat erat kaitannya dengan perubahan iklim. Bhutan misalnya, negara ini dipilih Tunas Hijau karena tergolong negara yang berhasil menambah luasan hutan di wilayahnya. Keberhasilan Bhutan menambah luas hutan negaranya ini patut ditiru negara-negara lainnya. Berbeda dengan Norwegia yang dipilih Tunas Hijau karena letak geografisnya yang berdekatan dengan kutub utara. Norwegia juga dipilih kepeduliannya pada negara berkembang untuk program lingkungan hidup.
Lain halnya dengan Australia, negara yang baru meratifikasi Protokol Kyoto pada United Nations Conference on Climate Change 2007 di Bali. Sebelumnya, Australia bersama Amerika Serikat menjadi dua negara yang belum meratifikasi Protokol Kyoto. Bahkan, Amerika Serikat menjadi negara adidaya yang peran nyatanya paling ditunggu oleh hampir seluruh negara lainnya. Brazil adalah negara yang memiliki hutan hujan tropis dan menjadi paru-paru dunia. Sedangkan China menjadi negara penghasil emisi Gas Rumah Kaca (GRK) terbesar di dunia, yang pada COP 15 Copenhagen menjadi negara paling ingkar untuk mengurangi emisi GRK seperti yang disanggupi banyak negara lainnya. (ron)