Pembinaan Lingkungan Hidup Guru-Guru SD & SMP YPJKK
Kuala Kencana- Intelijen lingkungan hidup di salah satu SMP di tanah air, yang dicontohkan aktivis senior Tunas Hijau Mochamad Zamroni, mendapat perhatian serius dari sekitar 20 guru SD dan SMP Yayasan Pendidikan Jayawijaya Kuala Kencana (YPJKK) Papua yang mengikuti pembinaan lingkungan hidup, Kamis (29/4) sore di salah satu ruangan SMP YPJKK. Menurut Zamroni, cara kerja intelijen lingkungan hidup di sekolah itu bahkan lebih unik dari cara kerja intelijen yang dikenal di dunia internasional, seperti Central Intelligence Agency (CIA) dan Federal Bureau of Investigation (FBI) yang keduanya milik pemerintah Amerika Serikat.
Pada FBI dan CIA, sesama anggota intelijen bisa tahu satu dengan lainnya. “Namun, tidak dengan intelijen lingkungan hidup di salah satu SMP ini. Mereka tidak saling tahu satu dengan yang lainnya,” ungkap Zamroni yang membuat guru-guru yang mengikuti pembinaan lingkungan hidup ini tercengang. Namun, ditambahkan Zamroni, bahwa begitu ada pelanggaran lingkungan hidup sekecil apapun yang dilakukan warga sekolah, maka keesokan harinya sudah ada surat tilang atau denda di meja warga sekolah yang melakukan pelanggaran itu. Jenis dendanya berbeda sesuai jenis pelanggarannya.
Intelijen lingkungan hidup yang dimaksud Zamroni di sekolah itu adalah para siswa. “Namun, mereka tidak pernah dipertemukan satu dengan lainnya. Mereka juga memiliki kode etik yang dijunjung tinggi. Diantaranya dengan tidak bercerita kepada siapapun bila menjadi intelijen lingkungan hidup,” tambah Zamroni.
Cara kerja intelijen lingkungan hidup ini membuat penasaran guru-guru yang mengikuti pembinaan ini. Diantara guru-guru itu bahkan menanyakan secara detail tahapan yang ditempuh sekolah dengan intelijen lingkungan hidup yang telah aktif lebih dari dua tahun itu. Menanggapi pertanyaan itu, Zamroni menjelaskan bahwa yang paling utama adalah adanya aturan lingkungan hidup yang dibuat dan berlaku pada semua warga sekolah. “Aturan ini harus tersosialisasikan secara kuat kepada segenap warga sekolah, termasuk juga kepada orang tua/wali siswa. Setelah itu, baru kemudian perangkat penegak aturan itu dibuat,” ungkap Zamroni. (*)