Lahan Luas Dan Budidaya Tanaman Semanggi di SMA Negeri 12
Surabaya- Luasnya lahan sekolah yang mencapai 3 hektar membuat upaya perbaikan lingkungan hidup di SMA Negeri 12 di kawasan Benowo, Surabaya Barat terasa berat. Pesimisme itu disampaikan oleh hampir sepuluh guru penggiat program lingkungan hidup SMA Negeri 12 Surabaya saat pembinaan lingkungan hidup yang dilakukan oleh Tunas Hijau, Selasa (25/5) siang. Dari tiga hektar itu, baru satu hektar yang sudah teroptimalkan. Sisanya, masih berupa lahan kosong atau rawa.
Namun, dari sekitar satu hektar lahan sekolah yang sudah terolah itu ada lahan untuk budi daya tanaman semanggi, bahan baku utama makanan khas Surabaya Semanggi. Budi daya semanggi menjadi salah satu program unggulan di sekolah ini. Program ini diawali dari suatu keprihatinan Kepala SMA Negeri 12 Surabaya Hari Sutanto yang baru mutasi dari guru SMA Negeri 11 Surabaya pada akhir 2007. “Semanggi adalah makanan khas Surabaya. Anehnya, bahan bakunya berasal dari luar kota, tepatnya Gresik,” kata Hari Sutanto. Sejak itu SMA Negeri 12 Surabaya memulai budidaya tanaman semanggi.
“Pendidikan lingkungan hidup di sekolah ini telah menjadi pelajaran muatan lokal selama dua tahun ini. Itu pun masih hanya kelas XI. Kelas X dan XII tidak ada muatan lokal pendidikan lingkungan hidup. Melalui Mulok PLH ini para siswa diajak peduli terhadap keberlangsungan komposter-komposter yang dimiliki sekolah atau dikenal dengan Kokolas atau Kotak Komposter Rolas (SMA 12),” kata salah seorang guru Biologi SMAN 12 Surabaya yang juga mengajar Mulok PLH.
Sementara itu, menanggapi keluhan tingginya beban program lingkungan hidup di SMA Negeri 12, aktivis senior Tunas Hijau Mochamad Zamroni menyarankan agar tidak terjadi eksklusivitas kelompok. “Lingkungan hidup adalah tanggung jawab setiap individu. Penanganan program lingkungan hidup tidak boleh hanya dilakukan oleh guru-guru PLH atau Biologi saja. Semua guru harus terlibat. Semua guru harus bertanggung jawab. Namun, langkah yang sudah dilakukan sekolah ini untuk lingkungan hidup sebenarnya sudah banyak. Diantaranya dengan menentukan lingkungan hidup sebagai salah satu tujuan pendidikan di sekolah,” kata aktivis senior Tunas Hijau Mochamad Zamroni yang didampingi Akbar Wahyudono. (roni)