Seminar LH Bersama Remaja Masjid Khoirul Huda Nginden III

Surabaya- Sekitar 40 pemuda dan orang tua memadati Masjid Khoirul Huda Nginden, Kamis (13/5) pagi. Mereka mengikuti seminar lingkungan hidup dengan narasumber Tunas Hijau dan ibu-ibu dari kampung Stren Kali Surabaya Gunungsari II mitra Tunas Hijau. Kegiatan ini diselenggarakan oleh Remaja Masjid Khoirul Huda Nginden III sebagai langkah awal program lingkungan hidup berkelanjutan yang akan mereka motori untuk masyarakat kampung di sekitar masjid.

Kemana Sampah Non Organik Yang Tidak Diolah? menjadi tema pembahasan yang dilakukan oleh aktivis senior Tunas Hijau Mochamad Zamroni pada seminar ini. Mengawali penjelasannya, Zamroni menjelaskan data bahwa tumpukan sampah non organik terbesar di satu tempat di Bumi ini ternyata tidak di daratan, melainkan di lautan/Samudera Pasifik. “Meskipun di lautan lainnya juga banyak ditemukan sampah non organik. Namun, sampah non organik di lautan Pasifik tumpukannya paling besar,” jelas Zamroni.

Sampah-sampah non organik itu tentunya tidak dihasilkan oleh para pelaut yang melewati lautan itu. “Sampah-sampah itu tentunya banyak yang berasal dari daratan, yang sebelumnya ditempatkan ke tempat sampah. Namun, karena terpaan angin atau terbawa air hujan sampah-sampah itu larut ke selokan, sungai hingga akhirnya menuju lautan atau samudera. Sangat mungkin juga sampah di lautan Pasifik itu merupakan sampah yang dihasilkan oleh masyarakat kampung Nginden,” kata Zamroni yang disambut gemuruh peserta seminar.

Sampah-sampah non organik di lautan ini ternyata sangat berbahaya bagi banyak satwa dan tentunya manusia. Kesimpulan ini didapat berdasarkan fakta bahwa banyak burung Albatros (burung yang terbang mengelilingi Bumi) mati dengan banyak sampah non organik di dalam tubuhnya. “Sampah-sampah itu bahkan masih utuh setelah tubuh burung itu membusuk. Begitu juga dengan satwa laut lainnya, seperti penyu dan kura-kura,” jelas Zamroni dengan menunjukkan foto kura-kura dewasa yang pertumbuhannya tidak sempurna karena lilitan sampah non organik sejak masih masih kecil.

Pada sesi kedua, Siti Aminah, ketua PKK kampung RT 6 RW 8 Kelurahan Sawunggaling, bersama ibu rumah tangga penggiat daur ulang plastik di kampungnya, Wagino, menjadi narasumber kedua seminar itu. Siti Aminah menggunakan kesempatan ini untuk menceritakan bahwa aktivitas daur ulag sampah di kampungnya mulai bergelora sejak pertengahan Desember 2009. Tepatnya setelah pelatihan daur ulang sampah plastik yang digelar Tunas Hijau. “Sejak saat itu, sampah plastik pembungkus mi instan menjadi susah ditemukan di tempat sampah di kampung kami,” kata Siti Aminah.

Memanfaatkan sampah pembungkus mi instan untuk produk-produk layak jual, menurut Siti Aminah, ternyata sangat mudah. “Tidak seperti yang ia dan ibu-ibu kampungnya pikirkan sebelumnya,” kata Aminah. “Yang penting adalah mau mempraktekkannya sehari-hari,” kata Aminah, yang istri ketua RT 6 RW 8 Kelurahan Sawunggaling. Seketika itu juga Wagino mempraktekkan langkah-langkah memanfaatkan plastik bungkus mi instan untuk anyaman. Sesekali Siti Aminah dan Wagino menunjukkan beberapa karya daur ulang yang sudah dihasilkannya bersama ibu-ibu rumah tangga kampung Gunungsari II.

Tidak puas dengan membiarkan seluruh peserta seminar hanya melihat peragaan Wagino, Siti Aminah pun membagi peserta seminar menjadi dua kelompok, yaitu kelompok putra dan putri. Dengan berbekal gunting dan bahan yang terbatas, para peserta nampak serius menirukan cara-cara yang dicontohkan oleh Siti Aminah dan Wagino. Selang beberapa menit, anyaman sederhana pun mulai nampak selesai dibuat oleh beberapa peserta seminar.

Beragam pertanyaan dari peserta seminar disampaikan di penghujung kegiatan. Diantaranya tentang efektifitas pendaurulangan sampah non organik dalam untuk pengelolaan sampah non organik. “Kita sama-sama telah mencoba memanfaatkan sampah non organik khususnya plastik pembungkus mi instan dengan didaur ulang menjadi barang yang berguna. Namun, ternyata masih menyisakan sampah plastik. Bagaimana menyikapi ini?” tanya salah satu peserta seminar  perempuan.

Menanggapi pertanyaan tentang efektifitas pendaurulangan sampah seperti yang baru dilakukan oleh peserta seminar, Zamroni menjelaskan bahwa ada perbedaan persepsi tentang daur ulang sampah non organik. Di luar negeri khususnya di negara-negara maju, daur ulang identik dengan proses industri untuk mengolah sampah non organik agar diolah menjadi produk baru. “Di Indonesia, persepsi daur ulang adalah mengolah sampah non organik menjadi barang berguna dengan home industry atau buatan tangan yang jelas membutuhkan waktu yang cukup lama. Maka, realisasi 3R, Reduce, Reuse dan Recycleterlebih Reduce harus dilakukan,” terang Zamroni.

Salah satu realisasi Reduce atau pengurangan sampah adalah menolak pemberian kantong plastik saat belanja, dan lebih memilih membawa tas belanja sendiri yang bisa dipakai berulang kali dari rumah. “Kalau belanja usahakan membawakan sendiri tas belanja dari rumah. Bila bisa dibawa dengan tangan tanpa kantong plastik, maka pemberian kantong plastik sebaiknya ditolak,” kata Zamroni yang didampingi Akbar Wahyudono.

Sementara itu, menurut Sekretaris Panitia Seminar Lingkungan Hidup Fitri Rizki Mufida, tujuan seminar ini adalah untuk mengajak warga Nginden, khususnya remaja Masjid Khoirul Huda Nginden III sadar tentang pentingnya kebersihan lingkungan. “Kita juga berharap teman-teman remaja masjid mengetahui dampak yang akan ditimbulkan bila tidak menjaga lingkungan hidup ciptaan Allah SWT ini dengan baik. Program lingkungan hidup berkelanjutan menjadi tindak lanjut seminar ini,” kata Fitri. (roni)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *