Pertemuan Dengan UNEP, Pendamping Keluhkan Penurunan Kualitas Pelaksanaan ICC

Mihama- Penguasaan bahasa Inggris sebagai satu-satunya bahasa internasional yang digunakan pada International Children’s Conference (ICC) on Biodiversity menjadi masalah serius selama pelaksanaan program. Kendala ini disampaikan beberapa pendamping dari negara Amerika Latin dan Eropa pada pertemuan chaperons (pendamping) dengan United Nations Environment Program (UNEP), Sabtu (23/10) pagi, di Aichi Mihama Youth Outdoor Learning Center.

Ketidaksiapan UNEP dan patnernya dari Jepang dalam menyelenggarakan konferensi anak internasional lingkungan hidup anak-anak tahun ini juga dirasakan seluruh pendamping peserta. Akibat ketidaksiapan ini, banyak pendamping dan peserta konferensi tidak melakukan persiapan khusus. Mereka tidak tahu apa yang akan dilakukan di konferensi dan tidak tahu harus membawa apa. Terlebih pelaksanaan konferensi ini di beberapa tiga kota, yaitu Nagoya, Komono dan Mihama. Sekilas jadwal dan pengorganisasian ICC ini baru disampaikan UNEP kurang seminggu dari pelaksanaan.

Tentang jadwal untuk presentasi proyek lingkungan hidup juga dikeluhkan oleh seluruh pendamping. Pada konferensi internasional ini hampir seluruh peserta memiliki proyek lingkungan hidup, yaitu program lingkungan hidup yang telah dilakukan. Proyek itulah yang membuat mereka lolos menjadi peserta konferensi. Namun, tidak ada jadwal buat peserta untuk presentasi proyek lingkungan hidup, padahal tidak sedikit dari peserta yang telah mengajukan diri untuk melakukan presentasi. Pengajuan diri ini mereka sampaikan sebelum berangkat ke Jepang atas penawaran UNEP.

Beberapa fasilitas pelaksanaan ICC juga banyak dikeluhkan. Diantaranya, tidak adanya fasilitas koneksi internet dan minimnya pelayanan khususnya di Aichi Mihama Youth Outdoor Learning Center. “Konferensi ini adalah United Nations (Perserikatan Bangsa-Bangsa)children’s conference yang fasilitas koneksi internet harus selalu ada,” ungkap salah satu pendamping dari Jerman kepada Tunas Hijau.

Peserta dan pendamping ICC yang banyak sama dengan ICC sebelumnya seperti di Daejon, Korea Selatan juga dikeluhkan pendamping dari California, Amerika Serikat. Dia dan pesertanya merasakan sebagai satu-satunya sosok paling asing diantara semua pendamping dan peserta karena tidak kenal siapapun dan belum pernah ikut ICC sebelumnya. Tentang hal ini, Lisa, pendamping dari Kanada menyarankan agar semua peserta yang lolos seleksi diberi tahu satu dengan lainnya dan didorong melakukan komunikasi awal sebelum berangkat ke ICC.

Sementara itu menurut pendamping dari Indonesia, aktivis senior Tunas Hijau Mochamad Zamroni, yang tidak boleh dilupakan adalah upaya-upaya nyata pada lingkungan hidup pasca konferensi. “Jangan sampai konferensi ini hanya membuat bangga masing-masing peserta karena telah terpilih. Akan lebih baik bila banyak orang lain khususnya sekolah atau komunitas sekitar masing-masing peserta juga bangga, karena ada perubahan signifikan yang dilakukan oleh peserta setelah ICC 2010 on Biodiversity ini,” ungkap Zamroni. Saran Zamroni itu didasarkan pada fakta bahwa tidak sedikit purna ICCE yang tidak mengembangkan program lingkungan hidup mereka. (roni)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *