Museum PLH Tunas Hijau Tambah Koleksi Lampu Badai Tenaga Surya
Surabaya- Satu lagi koleksi Museum Mini Pendidikan Lingkungan Hidup Tunas Hijau. Yaitu sejenis lampu badai atau lampu yang biasanya digunakan untuk berkemah. Uniknya, lampu ini tidak menggunakan sumbu dengan minyak tanah sebagai bahan bakarnya, seperti lampu badai umumnya. Lampu yang dilengkapi panel surya ini memanfaatkan sinar matahari sebagai sumber energinya. Lampu ini merupakan sumbangan dari pasangan suami istri Richard J. Wu dan Yuhana Wu yang memimpin perusahaan Indonesia Technology and Energy International (ITEI), Kamis (18/11) sore di showroom ITEI.
Tentang energi ramah lingkungan hidup, saat ini, adalah suatu kebutuhan. Alasannya, penggunaan energi, terlebih listrik, ternyata berdampak pada lingkungan hidup. “Listrik yang menjadi kebutuhan primer masyarakat dunia saat ini, di Indonesia sebanyak 95 % masih penggunaan listriknya masih bersumber pada batubara. Sedangkan setiap watt listrik yang dihasilkan dari batubara identik dengan dilepaskannya gas rumah kaca jenis karbondioksida ke atmosfer bumi yang akan semakin membuat bumi ini bertambah panas,” ungkap aktivis senior Tunas Hijau Mochamad Zamroni.
Diantara bentuk energi ramah lingkungan hidup adalah solar panel, yang biasa dikenal juga panel surya, yang memanfaatkan sinar matahari sebagai sumber energinya. Ciri khas dari panel surya ini adalah adanya adanya baterai atau aki yang berfungsi untuk penyimpanan energi dari matahari. Di Indonesia, seperti halnya di dunia internasional, teknologi solar oanel masih relatif mahal, seperti yang disampaikan oleh Richard J. Wu dari Indonesia Technology And Energy International.
Menurut Richard J. Wu, penggunaan listrik bertenaga matahari hanyalah salah satu cara untuk ramah energi dan menyelamatkan bumi dari semakin buruknya dampak pemanasan global dan perubahan iklim. “Langkah lain yang sangat penting adalah membuat desain bangunan ramah lingkungan hidup. Dengan bangunan yang didesain ramah energi, maka akan semakin sedikit kebutuhan listrik bangunan tersebut,” ungkap Richard. Ditambahkan Yohana Wu bahwa cara cara lain untuk ramah energi adalah menerapkan perilaku ramah energi yang berarti ramah lingkungan hidup.
Sementara itu, Museum Mini Pendidikan Lingkungan Hidup Tunas Hijau adalah salah satu upaya menerapkan menyebarluaskan pentingnya lingkungan hidup kepada masyarakat khusus anak-anak di perkotaan tanpa harus pergi ke luar kota. “Biasanya sekolah-sekolah yang ingin belajar lingkungan hidup identik harus bepergian ke luar kota, yang berarti pula banyak gas rumah kaca yang dilepaskan ke atmosfer dari transportasi yang digunakan,” ungkap aktivis senior Tunas Hijau Sugeng, penanggung jawab museum Tunas Hijau ini.
Museum ini didesain sangat sederhana dengan memanfaatkan pojok bangunan yang ada di markas Tunas Hijau, Semolowaru Indah T-10 Surabaya. Dengan berkunjung ke museum ini, masyarakat bisa belajar pengomposan sampah organik, pentingnya mendaur ulang kaleng minuman dan daur ulang kertas bekas. Pembelajaran tentang pertanian perkotaan, fungsi hutan dan beberapa penerapan energi ramah lingkungan hidup juga bisa dipelajari di museum mini ini. Termasuk diantaranya sudut baca lingkungan hidup. (ron)