Peta Hijau, Kualitas Air Sekitar, Ancaman Dan Kehati Dibahas Melalui MCCB Jambangan
Surabaya- Fitria Novita, siswa kelas 6 Madrasah Ibtidaiyah Darussalam Surabaya nampak sangat cekatan beraktivitas di salah satu saluran air di Jalan Ketintang Selatan III, dekat SDN Karah III, lokasi Mini Konferensi Anak tentang Keanekaragaman Hayati Jambangan, Senin (29/11) pagi. Tidak perasaan takut kotor yang nampak di wajah Fitria saat beraktivitas itu. Fitria memimpin 9 siswa lainnya yang tergabung dalam tim 1 kelompok pemantauan kualitas air dengan narasumber aktivis senior Tunas Hijau Bram Azzaino.
Fitria Novita nampak mengambil beberapa sampel air dari saluran itu. Dia menggunakan beberapa media dalam pengambilan sampel itu. Yaitu beberapa gelas plastik air mineral, tabung mini, tabung panjang dan gelas kekeruhan. Begitu sampel air diambil dengan media-media itu, Fitria lantas memberikannya kepada anggota timnya untuk pengukuran lebih lanjut. Yang diukur timnya adalah tingkat kekeruhan air, tingkat keasaman, oksigen terlarut dan suhu. Sampel endapan beberapa saluran air juga diambil oleh beberapa kelompok pemantauan kualitas air ini untuk diteliti lebih lanjut di lokasi pelaksanaan konferensi.
Membuat local green map atau peta lingkungan hidup lokal juga diperkenalkan kepada siswa SD peserta konferensi se kecamatan Jambangan ini. Kelompok yang dipandu oleh aktivis Tunas Hijau Narendra ini memiliki kendala dalam pelaksanaannya. Yaitu, tidak banyak siswa yang bisa membaca peta dan mengenal daerah di sekitarnya. Namun, hal ini justru memacu semangat mereka untuk semakin mengenalkan daerah di sekitar mereka. Sebelumnya para siswa juga diajak untuk mengobservasi daerah di sekitar sekolah. Pada saat observasi ini, mereka menemukan beberapa bangunan seperti gedung milik PLN dan kebun milik warga yang sangat luas yang berpotensi menjadi hutan kota.
Setelah observasi, para peserta ini lantas diminta menuliskan penemuan daerah-daerah yang ramah lingkungan maupun yang bertolak belakang selama melakukan pbservasi. Para peserta kelompok ini juga diminta mengingat daerah di sekitar rumah tempat tingal maupun sekitar sekolah mereka. Ternyata, banyak juga daerah yang tidak ramah lingkungan di sekitar tempat tinggal para siswa ini. Memang daerah di Surabaya bagian selatan ini banyak berdiri pabrik yang membuat kualitas udara dan air menjadi tercemar.
Pada kelompok biodiversity around us atau keanekaragaman hayati di sekitar kita, peserta diajak untuk lebih mengenal dan memahami jenis keanekaragaman hayati yang ada di sekitarnya. Pada kesempatan ini, mereka diajak menjadi detektif cilik yang bertugas mencari macam keanekaragaman hayati di sekitar mereka. Kelompok ini dipandu oleh aktivis Tunas Hijau Anggriyan Permana dengan metode bermain sambil belajar. Mereka peserta diajak berkeliling perumahan setempat untuk membandingkan banyaknya keanekaragaman hayati yang ada di sekitar perumahan itu dengan sekolah tempat mereka berkegiatan.
Uniknya lagi, mereka diajak oleh Anggriyan pergi ke tanah lapang untuk mencoba menangkap belalang, capung dan kupu-kupu. Tampak keceriaan terpancar ketika beberapa anak mencoba untuk menangkap belalang yang sedang melompat dari rumput satu ke rumput yang lainnya. Terlihat lucu memang, namun dari tawa mereka ada tujuan yang tersembunyi. Yaitu peserta diharapkan memahami pentingnya keberadaan keanekaragaman hayati yang ada di sekitar mereka dan memahami peranannya dalam menjaga ekosistemnya. Pada akhirnya mereka membuat satu upaya yang harus dilakukan bersama di sekolah masing-masing untuk menambah keanekaragaman hayati. Diantaranya melalui aksi penanaman bunga-bunga dalam pot atau pada lahan kosong.
Pada kelompok biodiversity threat atau ancaman terhadap keanekaragaman hayati yang dipandu oleh aktivis Tunas Hijau Satuman, semua anggotanya nampak terus sibuk mewawancara warga sekitar sekolah dan juga mengamati kondisi beberapa saluran air yang ada. Terlihat dua kelompok kecil, yang di dalamnya sangat fokus pada pekerjaannya dan tidak mau diganggu kelompok lainnya.
Dengan membawa tabung water monitoring dan buku plus alat tulisnya, mereka berjalan dari satu selokan kecil sampai selokan besar atau kumpulan selokan dan dari satu rumah ke rumah yang lainnya. Mereka melakukan observasi hingga pemantauan kondisi dan kualitas air selokan. Tugas demi tugas diselesaikan meskipun sesekali detak jantung mereka berdenyut kencang saat berinteraksi dengan warga.
Tidak hanya paham dengan kondisi lingkungan hidup sekitar, mereka juga diajar untuk saling pengertian dengan sesama teman dalam kelompoknya. Makan komando adalah sebuah cara yang tepat saat itu untuk menyampaikan pesan tersebut. Terlihat beberapa kali mereka menyuapkan nasi kepada teman di samping kiri dan kanan mereka sesuai komando atau aba-aba dari pemandu. Beberapa saat setelah makan siang, kegiatan dilanjutkan dengan melakukan aksi pemilahan sampah sisa makanan mereka sesuai jenisnya. Semua kegiatan kelompok ini merujuk pada komitmen bersama untuk berperilaku ramah lingkungan hidup. (naren/ryan/1man/ron)