Bangkai Sepeda Motor Di Dusun Yang Tersisa Gapura

Jogjakarta- Setelah sekitar 90 menit perjalanan beriringan menggunakan truk, Senin (13/12),iringan-iringan mulai memasuki kawasan Cangkringan. Sisa-sisa pasca letusan GunungMerapi mulai nampak. Meskipun waktu telah berselang lebih dari tiga minggu, di banyak tempat masih terlihat debu abu vulkanis yang bertebaran dengan aroma khas belerang. Memasuki lingkar 15 KM, Gunung Merapi mulai terlihat tanda-tanda kerusakan hebat yang ditimbulkan letusan gunung paling aktif ini.

Terlihat di kiri dan kanan jalan yang kami lewati, beberapa alat berat berjenis back hoemelakukan normalisasi saluran air yang tersumbat oleh material vulkanis yang terbawa aliran air hujan. Spanduk-spanduk digital printing untuk menandai tempat-tempat sebagai pusat evakuasi dan pusat bantuan pengungsi juga masih terlihat di banyak tempat. Hal yang menggelikan yang juga menggambarkan keganasan letusan Merapi juga dapat dilihat daribangkai sepeda dan sepeda motor yang hangus terbakar dan sengaja dipajang di gapura dusun (atau lebih tepatnya dusun tinggal gapuranya saja, karena setelah kami masuk gapura seluruh pemukiman dusun tersebut sudah rata tersapu oleh lava pijar, awan panas dan lahar dingin).

Sesuai rencana, memasuki pertigaan KepuhHarjo, truk Trash To Cash For Merapi Tunas Hijau Club memisahkan diri berbelok ke arah kiri menuju SDN Watuadeg, dusun Watuadeg, Wukirsari. Sementara truk militer Paskhas dariMalang bersama rombongan diantaranya dr. Prita Muyono menuju dusun Mbah Maridjan di dusun Turgo, Kinah Harjo. Sedikit merasa kecewa,setibanya kami di SDN Watuadeg, karena sekolah yang menjadi jujugan kami ternyata masih belum beraktifitas.

Menurut keterangan masyarakat sekitar yang kami temui, untuk hari senin sekolah hanya melaksanakan upacara bendera. Selepas itu murid-murid kembali ke rumah masing-masing. Akhirnya bantuan yang telah disiapkan diserahterimakan kepada pengurus dusun Watuadeg. Setelah serah terima selesai, truk kami kembali ke arah semula untuk menuju posko pengungsi di Dusun Kepuhharjo yang terletak di lingkar 10 KM Gunung Merapi.

Sepanjang perjalanan menuju posko pengungsi di dusun Kepuhharjo, tanda-tanda kerusakan hebat letusan Gunung Merapi semakin jelas. Di sisi kiri jalan yang kami lalui terlihat pepohonan yang mengering. Banyak juga yang terlihat hangus terbakar tersapu oleh awan panas ‘wedhus gembel’ Gunung Merapi. Puluhan hingga ratusan hektar kebun salak pondoh juga terlihat mengering. Diofan Kurnia Jati mengungkapkan bahwa beberapa waktu lalu perekonomian masyarakat di jalur yang dilalui luncuran awan panas sedang runtuh nampaknya bukan isapan jempol. Sumber-sumber perekonomian masyarakat mengalami kehancuran total.

Dengan segera Dony Kristiawan menuju sekretariat barak KepuhHarjo untuk menyerahkan bantuan setibanya di posko barak pengungsi Kepuh Hardjo. Heri Agus Suprianto relawan dari Universitas Jalabadra Jogjakarta yang sudah berada satu bulan lebih menerima bantuan yang kami salurkan. Dalam waktu singkat seluruh bantuan yang ada di dalam truk berpindah ke dalam salah satudari tiga tenda logistik berukuran 3 x 5 meter yang terpasang berjajar untuk memyimpan berbagai bantuan.

Dari tiga buah tenda, hanya satu yang berisi bantuan logistik. Dua tenda lainnya masih kosong. Agus menjelaskan bahwa stok bantuan yang tersedia saat ini hanya cukup untuk memenuhi kebutuhan selama satu minggu ke depan. Jumlah pengungsi yang tinggal di posko Kepuh Harjo memang tidak sebanyak pada awal-awal November. Kebanyakan pengungsi yang masih tinggal di barak ini adalah penduduk yang telah kehilangan tempat tinggal. Rata-rata pengungsi ini berasal dari dusun yang berasal dari sekitar DAS (Daerah Aliran Sungai) Kali Gendol.

Jumlah pengungsi di posko Kepuharjo yang telah berkurang drastis tidaklah mengurangi kesibukan di dapur umum. Kebutuhan konsumsi harian bagi korban bencana di sekitarnya (Dusun Batur, Kepuh, Kopeng, Pager Jurang) dipenuhi dari dapur umum ini. Pada saat kami sampai di lokasi memang terlihat kesibukan luar biasa di dapur umum. Puluhan Kowal (KorpWanita TNI Angkatan Laut) yang datang juga terlihat larut dalam kesibukan dapur umum. Norita ‘Nonoy’ dan Prayogi ‘Egi’ Niswantari (dua aktivis perempuan Tunas hijau) segera bergabung dalam kesibukan dapur umum. (sugeng/ron)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *