Menunggangi Jalan Raya Menembus Hujan

Jogjakarta- Meski pagi masih menyisakan buta dan jarum jam baru menunjukkan pukul 05.30 Wib, Minggu (12/12), truk bak terbuka yang akan membawa berbagai bantuan programTrash To Cash for Merapi sudah stand by di depan markas Tunas Hijau. Setelah koordinasiinternal singkat, akhirnya diputuskan untuk segera memindahkan barang ke truk dan segera berangkat setelah semua persiapan selesai. Pertimbangannya, truk akan berangkat keJogjakarta pada sore hari.

Tak kurang 30 doz mie instan, 4,5 kuintal beras, pembalut wanita, 200 kaleng susu kental manis, lima doz minyak goreng, peralatan mandi, deterjen, peralatan sekolah (500 buku tulis, 50 pak crayon warna,pena dan kaos kaki) segera berpindah kedalam bak truk  yang ditutup dengan terpal plastik yang diatur menyerupai atap rumah untuk menghindari basah oleh hujan. tepat pukul 11.00 Wib, truk bermuatan berbagai bantuan yang digalang lewat program Trash To Cash ForMerapi II mulai bergerak meninggalkan markas Tunas Hijau Club. Ini berarti keberangkatan enam jam lebih awal dari jadwal semula yaitu pukul  17.00 Wib.

Kami berempat (Aulia Madjid ‘Suud’ Udia Huda, Norita ‘Nonoy’ Prasetya Wardhani, Saifullah ‘Menjeng’ dan Sugeng) bertugas untuk mengantarkan bantuan tersebut hingga kelokasi sesuai dengan arahan Diofan Kurnia Jati, salah satu akftivis Tunas Hijau yang tinggal dan menempuh studi di Jogjakarta. Diantara semua aktifis Tunas Hijau, hanya Dio yang paling paham seluk–beluk penanganan tanggap bencana letusan Merapi. Mulai awal hingga pasca letusan Gunung Merapi, Dio dan kawan-kawannya mahasiswa D3 Kehutanan UGM (Universitas Gadjah Mada) terlibat aktif dalam berbagai aktfitas. Diantaranya penggalanganbantuan, suplai kebutuhan logistik pengungsi dan lain-lain.

Driver truk mengatakan bahwa Rute Surabaya – Jogjakarta via Lamongan – Bojonegoro – Cepu lebih cepat satu jam dibanding dengan rute Surabaya – Jogjakartamelalui Mojokerto – Nganjuk – Madiun. Kami pun mengiyakan. Dalam pemikiran kami lebih cepat sampai di RSAU Dr. Hardjolukito,tempat transit adalah lebih baik. Dengan begitu kami mempunyai waktu lebih lama untuk beristirahat sambil menunggu rombongan dari Malang yang di kordinir oleh dr. Prita Mulyono sampai ke RSAU Dr. Hardjolukito.

Penghematan waktu tempuh seperti yang disampaikan driver truk memang sangat tepat.Pukul 17.30 Wib menjelang Magrib kami telah sampai di Klaten. Artinya kami hanya membutuhkan tujuh jam perjalanan (waktu tempuh yang lumayan singkat untuk ukuran kepadatan lalu lintas di hari Minggu dan kondisi hujan sepanjang perjalanan). Namun waktu tempuh yang relatif pendek ini harus dibayar mahal dengan rasa sakit dan pegal di sekujur tubuh.

Sepanjang perjalanan memasuki Bojonegoro – Cepu hingga masuk ke Ngawi, jalanan yang kami kami lalui sempit dan bergelombang hebat. Selama tiga jam itulah tiga diantara kami serasa diaduk-aduk di dalam bak truk. Seringkali kami berganti posisi dari duduk hingga meringkuk diatas tumpukan bahan logistik yang sedikit dapat meredam guncangan. Beberapa kali juga truk kami minta berhenti untuk bergantian duduk di jok depan, mengingat kabin truk memiliki kapasitas tiga orang. Dalam kelakar kami berempat, kami sepakat untuk menyebut istilah perjalanan ini dengan menunggangi jalan raya menembus hujan dibanding dengan mengendarai truk menembus hujan. (sugeng/ron)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *