Sungai Swan di Perth, Australia Barat, Sedang Sakit

Mimika- Sungai Swan di Perth, ibu kota Australia Barat, nampak sangat bersih dan airnya jernih. Sungai yang lebarnya hingga puluhan meter ini bahkan digunakan untuk jalur transportasi air dan olah raga air. Sungguh nampak sangat berbeda dengan kondisi sungai-sungai di kota-kota besar di Indonesia yang identik dengan alirannya yang tidak mengalir dan banyaknya sampah. Informasi permasalahan lingkungan hidup di sungai Swan di Perth ini didiskusikan melalui video conference yang didampingi Tunas Hijau antara SMP Yayasan Pendidikan Jayawijaya Kuala Kencana (YPJ KK) dengan kelompok penggiat lingkungan hidup di Perth Millennium Kids, Sabtu (29/1) siang.

“Sungai Swan ini nampak sangat indah dan bersih. Tidak nampak ada sampah di permukaan sungai ini. Airnya juga jernih. Tidak jauh dari sungai itu juga nampak ada beberapa gedung pencakar langit yang menjadi ciri khas kota Perth, Australia Barat. Namun, di balik keindahan sungai Swan ini, bisa disimpulkan bahwa sebenarnya sungai ini sedang sakit,” ungkap Catrina dari Millennium Kids. Selama mendengarkan penjelasan tentang sungai Swan, para siswa SMP YPJ KK menyimak dengan seksamaslide powerpoint sesuai dengan tema yang sebelumnya dikirim email.

Dijelaskan oleh penggiat lingkungan hidup dari Australia Barat itu bahwa sungai Swan (angsa) disimpulkan sakit karena beberapa kondisi yang dalam beberapa tahun terakhir terus terjadi. “Tanah longsor adalah kejadian yang sering terjadi di pinggiran sungai Swan. Penyebabnya, banyak pinggiran yang tidak ditanami dengan pepohonan. Yang terjadi malah sebaliknya. Di sepanjang sungai Swan itu malah semakin banyak berdiri bangunan,” ungkap Catrina. Menanggapi penjelasan ini, aktivis senior Tunas Hijau Mochamad Zamroni menjelaskan bahwa bisa memiliki rumah di sepanjang sungai adalah sangat membanggakan bagi masyarakat Australia. “Pemandangannya bagus dan harga tanahnya juga lebih mahal daripada daerah lainnya,” tambah Zamroni.

Bukti lain sungai Swan sedang sakit adalah adanya spesies pepohonan bukan asli setempat yang ditanam tidak jauh dari sungai. Keberadaan pepohonan pendatang ini membuat satwa lokal seperti burung enggan berkembang biak di pepohonan itu. Bukti lainnya adalah seringnya terjadi pengikisan tanah pinggiran sungai oleh pasang surut karena sedikitnya pepohonan yang tumbuh di daerah pasang surut itu. Pernah juga banyak ikan mati di sungai itu. Kematian banyak ikan ini disebabkan suhu air sungai mencapai 40 derajat Celcius, yang mengakibatkan alga (makanan ikan) mati. Penjelasan tentang sungai Swan ini diakhiri dengan aksi nyata penanaman pohon di sepanjang sungai yang mulai dilakukan sekolah-sekolah di sana.

Dandy Andikarama Hamdani, siswa kelas 7 SMP YPJ Kuala Kencana menjelaskan bahwa Papua juga merasakan dampak dari perubahan iklim. “Ini adalah foto Puncak Jaya atau biasa dikenal dengan Puncak Carstenz 10 tahun lalu. Di foto ini nampak jelas ada gletser yang menutupi puncaknya. Diameter gletser ini mencapai 1 kilometer dengan ketebalan sekitar 1 meter,” kata Dandy Andikarama Hamdani sambil menunjukkan foto yang dimaksud ke arah kamera web agar perwakilan Millennium Kids Australia bisa melihatnya. Penjelasan Dandy pun dihentikan sejenak untuk memberi kesempatan utusan Millennium Kids Australia mencatat informasi yang disampaikan Dandy.

Setelah selesai dengan penjelasan Dandy, siswa SMP YPJ KK Carolina Angelica Wetik giliran menjelaskan beberapa kekayaan keanekaragaman hayati yang ada di Papua. Diantaranya burung Cenderawasih atau biasa disebut bird of paradise. “Ini adalah burung Cenderawasih yang merupakan satwa asli Papua. Sedangkan ini adalah patung Asmat yang juga identik dengan Papua,” kata Carolina sambil menunjuk gambar yang dipegang oleh Dandy.  Sementara itu, di Kuala Kencana, video conference itu diikuti oleh 15 siswa SMP YPJ Kuala Kencana. Hadir juga Kepala SMP YPJ KK Agus Setyono, guru PLH SMP YPJ KK Rudolf Pigay dan tiga orang aktivis senior Tunas Hijau. (ron)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *