SDNP 12 Bendungan Hilir Kesulitan Mencari Sekolah Imbas

Jakarta Pusat- Kesan rimbun dan sejuk sangat terasa saat akan memasuki gerbang SDN Percontohan 12 Bendungan Hilir Jakarta Pusat. Maklum, di sekolah dengan lahan seluas 3500 meter persegi itu banyak ditumbuhi pepohonan pelindung. Begitu rimbunnya, kesan menyerupai hutan sangat terasa. Bedanya, di sekolah yang berlokasi di Jalan Taman Bendungan Jatiluhur ini seluruh pepohonan pelindung dan tanaman perdu yang tumbuh diatur sedemikian rupa sehingga keindahan atau estetikanya tetap terjaga. Kesan-kesan itulah yang didapat saat Tunas Hijau melakukan kunjungan ke sekolah ini, Jumat (4/3) pagi.

Di sekolah ini ada banyak kelompok kerja (Pokja) lingkungan hidup. Pokja tersebut adalah Pokja Taman Lalu Lintas, Pokja Biopori (lubang resapan), Pokja Kompos, Pokja Kantin dan Pokja Usaha Kesehatan Sekolah (UKS). Ada juga Pokja Energi, Pokja MCK, Pokja Sampah, Pokja Tanaman Obat, Pokja Kolam Ikan dan Pokja Jumantik. Masing-masing Pokja memiliki anggota sebanyak 8-9 siswa kelas 4, 5 dan 6. Pokja tersebut melaksanakan tugasnya setiap hari khususnya saat istirahat dan setelah bel pulang sekolah.

Semua Pokja tersebut bukan hanya papan nama. Masing-masing Pokja benar-benar menerapkan tugasnya dengan baik. Pokja Kompos misalnya, pokja ini mengolah sampah organik yang banyak didominasi dengan sampah dedaunan menjadi kompos. Untuk mempercepat proses pengomposan, Pokja ini dibantu dengan mesin pencacah dan beberapa jenis larutan katalis lainnya. Begitu juga dengan Pokja Tanaman Obat yang merawat dan memanfaatkan aneka jenis tanaman berkhasiat obat. Diantara jenis tanamannya adalah mangkokan, patah tulang, zodia, kedondong laut, mahkota dewa, kacabeling, gandarusa, ginseng, jeruk purut dan lidah mertua.

Pokja Biopori bertugas mengoptimalkan lubang-lubang resapan yang banyak dibuat di sekolah seperti di saluran irigasi/khusus air hujan. Diantara tugasnya adalah mengisi lubang-lubang resapan tersebut dengan sampah organik dan melakukan pemanenan kompos yang sudah jadi. Pokja Jumantik memastikan bahwa tidak ada jentik nyamuk yang bersarang di masing-masing bak penampungan air, khususnya toilet. Pokja energi bertugas memastikan tidak ada pemborosan energi listrik di setiap ruangan sekolah.

Pokja Kompos di sekolah ini bertugas mengolah sampah organik menjadi kompos melalui Saung Kompos atau Rumah Kompos di belakang sekolah. Untuk membantu tugasnya, pokja ini dibekali dengan mesin pencacah yang digerakkan menggunakan mesin diesel. “Mesin pencacah ini dioperasikan untuk mempercepat proses pembusukan sampah yang banyak didominasi dedaunan kering,” terang Didik Rukdi. Mendengar penjelasan ini, aktivis senior Tunas Hijau Mochamad Zamroni menyarankan agar sekolah perlu mencoba mengolah sampah organik menjadi kompos tanpa katalis atau mesin pencacah yang jelas menambah polusi udara ini. “Seandainya dengan cara sederhana pengomposan cukup optimal, maka tidak perlu pencacah lagi,” saran Zamroni yang hadir bersama aktivis Tunas Hijau Satuman.

Upaya pembiasaan diri dan pembentukan karakter warga sekolah juga dilakukan setiap hari. Khusus pembiasaan peduli lingkungan hidup dilakukan setiap Rabu.  “Minimal setiap pagi, pada jam pertama setelah bel masuk sekolah, upaya pembiasaan dilakukan. Pembiasaan peduli lingkungan hidup dilakukan setiap Rabu,” kata guru Pendidikan Lingkungan Hidup Didik Rukdi. Upaya pembiasaan lainnya adalah upacara bendera setiap Senin, English Day setiap Selasa dan tadarus atau membaca kitab suci setiap Jumat.

Ditambahkan Didik Rukdi, bahwa sekolahnya memiliki kendala dalam mereplikasi program sekolah peduli dan berbudaya lingkungan hidup (Sekolah Adiwiyata) kepada sekolah lainnya di Jakarta. Menurutnya, sebenarnya sudah banyak sekolah di Jakarta yang melakukan studi banding di sekolahnya. Sekolah-sekolah itu bahkan banyak yang menyatakan berminat mengikuti jejak SDNP 12 Bendungan Hilir. “Namun, prakteknya, banyak yang hanya setengah-setengah. Kami juga sering menyosialisasikan program Sekolah Adiwiyata kepada sekolah lainnya. Melalui sosialisasi yang dilakukan itu, pertanyaan yang sering kami terima adalah jenis hadiah yang akan didapat sekolah,” kata Didik Rukdi yang juga pembina ekstra lingkungan hidup di sekolah setiap Rabu siang.

Tentang  penghargaan yang diperoleh atas prestasi sebagai sekolah peduli lingkungan hidup, Didik menjelaskan bahwa penghargaan yang didapat kebanyakan adalah penghargaan non materi. “Yang pasti adalah tropi dari menteri lingkungan hidup dan menteri pendidikan nasional. Sedangkan penghargaan materi lainnya nyaris tidak ada,” terang Didik. Menanggapi hadiah ini, aktivis senior Tunas Hijau Mochamad Zamroni mengatakan bahwa dengan diberikannya kesempatan siswa untuk bertemu dengan wakil presiden Indonesia atau menteri adalah wujud penghargaan yang lebih dari sekedar materi. “Betul, sejak itu, sekolah ini menjadi rebutan calon siswa baru,” tambah Didik. (ron)


Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *