Penggalakan Lubang Resapan Biopori di SMPN 1 Situbondo
Situbondo- Piket kebersihan kelas menjadi hal umum yang dilakukan di sekolah-sekolah. Pembiasaan ini juga dilaksanakan di SMP Negeri 1 Situbondo. Di sekolah ini, pembiasaan melalui piket kelas juga dikembangkan melalui program Jumat Bersih, yang dilaksanakan selama 1 jam pelajaran.
“Biasanya pelaksanaan Jumat Bersih juga lebih dari satu jam pelajaran, yaitu sampai istirahat pertama,” ujar Saksono Pangaribowo, koordinator lingkungan hidup dan guru Wiyata Mandala saat pembinaan sekolah berbudaya lingkungan hidup di sekolahnya oleh Sekolah Adiwiyata Nasional SMK Negeri 1 Panji Situbondo dan Tunas Hijau.
Pelajaran pendidikan lingkungan hidup (PLH) secara monolitik sebanyak 1 jam pelajaran untuk semua kelas diterapkan sekolah ini sebagai upaya mewujudkan kepedulian warga sekolah seperti pada visi dan misi sekolah. “Sekolah kami telah menerapkan pelajaran pendidikan lingkungan hidup secara monolitik. 1 jam pelajaran tiap minggunya,” ujar Ari, sapaan Saksono Pangaribowo.
Sekolah juga mendapat bantuan mesin pencacah sampah organik dari kantor lingkungan hidup kabupaten Situbondo. Namun, sejak mesin pencacah sampah organik ini diterima beberapa bulan lalu sampai saat ini belum dioperasikan dalam keseharian. “Mesin pencacah sampah organik itu masih kami coba saja satu kali,” ujar Ari.
Di SMPN 1 Situbondo, taman sekolah nampak sangat terawat meskipun perawatan taman sekolah masih dominan dilakukan oleh petugas sekolah. Pemilahan sampah sudah dilakukan menjadi dua jenis, yaitu sampah organik dan sampah non organik. “Sampah non organik (sampah kering) juga sudah mulai dijual kepada pengepul,” ujar Ari. Untuk jenis sampah kertas sering didaur ulang.
Anik Rustina, guru PLH SMKN 1 Panji Situbondo, anggota tim pembinaan ini, menyarankan agar guru memberikan teladan kepada warga sekolah diantaranya dengan program satu guru satu tanaman. “Terlebih program satu siswa satu tanaman sudah berjalan di SMPN 1 Situbondo selama beberapa tahun terakhir. Sebaiknya setiap tanaman pot yang dibawa siswa dan guru juga dilabeli dengan nama tanaman dan pembawa. Sehingga ada rasa tanggung jawab untuk memeliharanya,” saran Anik Rustina.
Pengomposan sampah organik menjadi kompos telah dimulai menggunakan tong. Siswa telah dilibatkan, namun memang pesuruh sekolah yang masih dominan. Dijelaskan oleh aktivis senior Tunas Hijau bahwa yang paling esensial dalam pengolahan sampah adalah pemilahan. “Sekolah sudah menyediakan tempat sampah terpilah organik dan non organik. Sampah organik cukup ditempatkan dalam komposter dan dibuat tetap lembab, maka proses pembusukan akan berlangsung,” kata Zamroni.
Tentang upaya pengomposan sampah organik menggunakan tong pengomposan yang ada di sekolah, tim lingkungan SMPN 1 Situbondo dan tim pembinaan kaget saat menemukan adanya bungkus makanan sterofoam dan beberapa jenis sampah non organik lainnya di dalam tong. “Sampah non organik seperti ini tidak boleh dibiarkan masuk ke tong pengomposan karena tidak akan bisa terurai,” pesan Anik sambil mengajak para siswa mengambil sampah non organik dari tong pengomposan.
Visi dan misi sekolah sudah dengan jelas mencantumkan kepedulian lingkungan hidup. Langkah ini sudah merupakan pondasi yang sangat kuat untuk menerapkan program lingkungan hidup berkelanjutan dengan melibatkan seluruh warga sekolah. Program peduli lingkungan yang bisa dilakukan sekolah sebenarnya banyak. Diantaranya field trip atau studi banding. “Program ini bisa mengintegrasi peduli lingkungan hidup,” kata Zamroni.
Pembuatan lubang resapan, biasa dikenal dengan biopori, menjadi salah satu aksi nyata yang dilakukan saat pembinaan ini. Dicky Rahmadi Prasetya, siswa kelas 8, dan Putri Larasantang, siswa kelas 7A, keduanya tim lingkungan hidup, mengaku bahwa sebelumnya siswa belum pernah dilibatkan dalam pembuatan lubang resapan. Tapi di sekolah sudah ada cukup banyak lubang resapan. “Bila tahu ternyata proses pembuatannya sangat mudah seperti ini, maka kami akan melakukannya terus menerus dalam keseharian,” kata Dicky. (*)