Suasana Sejuk SDN 1 Dawuhan di Kota Pantai Situbondo Yang Panas
Situbondo- Suasana nyaman sangat terasa begitu memasuki SDN 1 Dawuhan kabupaten Situbondo saat pembinaan sekolah berbudaya lingkungan hidup oleh Sekolah Adiwiyata Nasional SMK Negeri 1 Panji Situbondo bersama Tunas Hijau, Rabu (4/4). Kondisi ini cukup kontras dengan kondisi kabupaten Situbondo yang terkenal cukup panas seperti kawasan pesisir di negara tropis. Taman sekolah nampak sangat terawat dengan beberapa pohon mangga yang sudah berukuran besar.
Keberpihakan sekolah pada program peduli lingkungan hidup sangat terasa. Keberpihakan ini juga sangat jelas dimunculkan pada visi misi sekolah. “Gerakan 5 Menit Bersih sebelum masuk sekolah dilaksanakan setiap hari di sekolah. Gerakan Ambil Sampah Otomatis bila melihatnya juga terus dibudayakan di kepada warga sekolah. Sedangkan kegiatan bersih-bersih Jumat Bersih dilaksanakan seluruh warga sekolah setiap hari Jumat,” ujar Kepala SDN 1 Dawuhan Situbondo Abdul Rakhman.
Upaya pengolahan kantin sehat sudah dimulai. Namun sekolah masih belum bisa meniadakan penggunaan 5P pada makanan dan minuman yang dijual di kantin sekolah. Menanggapi masih maraknya penggunaan 5P seperti saos pada makanan ini, aktivis senior Tunas Hijau Mochamad Zamroni menyarankan cara sedarhana untuk memberikan pemahaman kepada siswa tentang bahaya penggunaan saos.
“Uji bahaya penggunaan saos kepada siswa bisa dilakukan dengan membandingkan saos yang biasa digunakan di sekolah dengan saos alami dari tomat dan lombok alami. Bisa dipastikan bahwa saos alami buatan sendiri dari tomat dan lombok asli tidak akan membekas bila mengenai pakaian. Berbeda dengan saos yang umum digunakan masyarakat termasuk di sekolah,” ujar Zamroni.
Awan Ponco Darmawan, koordinator lingkungan hidup SDN 1 Dawuhan, menjelaskan bahwa program lingkungan di sekolahnya sudah ada 37 lubang resapan atau biasa disebut biopori. “Lubang biopori ini dibantu oleh kantor lingkungan hidup Situbondo,” kata Awan. Tutup lubang resapan ini menggunakan tutup loster. “Siswa belum dilibatkan untuk pembuatan lubang resapan ini. Sedangkan komite sekolah juga terlibat dalam pengadaan bor biopori dengan ukuran dan model khusus,” terang Awan.
Mendengar penjelasan bahwa siswa belum dilibatkan dalam pembuatan lubang resapan, Anik Rustina meminta agar bisa melibatkan siswa dari sedikitnya 1 kelas. Dengan menggunakan 5 bor lubang resapan, Anik lantas menjelaskan kepada sekitar 40 siswa dan beberapa guru cara membuat lubang resapan sambil mempraktekkannya. Beberapa menit kemudian, 5 bor yang sudah disiapkan sekolah pun digunakan para siswa untuk membuat lubang resapan. Lubang yang berhasil dibuat lantas diisi dengan samah dedaunan.
Sementara itu, hutan sekolah ternyata juga sudah beberapa tahun eksis di sekolah ini. Meskipun lahan yang digunakan untuk hutan sekolah ini sangat sempit, tapi pepohonan yang tumbuh sudah berukuran besar. Pohon jati paling banyak ditanam di hutan sekolah ini. Upaya penghematan air juga telah dilakukan di sekolah ini. Air sisa wudhu dimanfaatkan dengan ditampung di dalam lubang resapan biopori yang telah dibuat di sekolah. (*)