Wow, Hutan SMAN 2 Situbondo Sangat Luas
Situbondo- Tidak banyak sekolah yang memiliki hutan sekolah dengan lahan luas. SMAN 2 Situbondo memilikinya. Hutan sekolah menjadi unggulan di sekolah ini. Luas hutan utama adalah 71 x 65 meter. Jenis pohon yang ditanam kamalina atau dikenal dengan jati putih, jati, trembesi, keres dan angsana.
Di samping hutan sekolah juga masih ada lahan yang lebih luas untuk lapangan sepak bola. Pepohonan juga ditanam di sekeliling lapangan ini. Pemandangan ini nampak saat pembinaan sekolah berbudaya lingkungan hidup SMKN 1 Panji bersama Tunas Hijau, Kamis (5/4).
Realisasi hutan sekolah SMAN 2 telah dimulai setahun lalu. Lahan hutan sekolah ini sebelumnya adalah sawah. Namun, karena nampak tidak terurus, maka sekolah mengubahnya menjadi lahan untuk merealisasikan hutan sekolah. Penanaman pohon di hutan sekolah ini dilakukan dengan melibatkan warga sekolah. Bibit pohon yang ditanam berasal dari sumbangan alumni, swadaya sekolah dan bantuan pemerintah daerah (kantor lingkungan hidup).
Sudarminto, guru teknologi informasi dan komunikasi SMAN 2, menjelaskan bahwa dalam perjalanannua, bibit pohon yang ditanam di hutan sekolah ada yang mati. “Biasanya tidak lama setelah ada tanaman yang mati, maka penggantian atau penyulaman dengan tanaman baru dilakukan. Kami ada stok tanaman untuk penyulaman ini,” ujar Sudarminto saat di hutan sekolah yang dimaksud.
Tentang hutan sekolah ini, aktivis senior Tunas Hijau Mochamad Zamroni menyarankan agar jenis pohon yang ditanam ditambah. “Jenis pohon yang ditanam di hutan sekolah seyogyanya minimal 14 jenis pohon. Harus dibuat lebih heterogen jenis pohonnya. Kerapatan jarak tanam juga perlu diperpendek dengan menanam bibit pohon baru diantara pepohonan yang sudah tumbuh,” saran Zamroni.
Melihat luasnya lahan hutan sekolah dengan jumlah pohon yang masih minim, anggota kelompok kerja lingkungan hidup Sekolah Adiwiyata Nasional SMKN 1 Panji Anik Rustina berencana melakukan penanaman pohon di hutan sekolah ini. “Saat ini kader lingkungan hidup SMKN 1 Panji sedang melakukan pembibitan pohon glodogan. Bila sudah cukup besar, kami akan menanamnya di hutan sekolah ini,” ujar Anik Rustina diiyakan beberapa siswa anggota tim lingkungan hidup sekolahnya yang menyertai pembinaan ini.
Luasnya lahan dengan banyaknya pepohonan tentunya wajar bila sampah dedaunan menjadi banyak. Namun, di sekolah ini pengolahan sampah organik khususnya dedaunan masih belum dilakukan secara berimbang. Maksudnya, pengomposan masih dilakukan dengan menampung sampah dedaunan dalam beberapa bak penampungan membatasi dalam melakukan proses pembalikan. Menanggapi ini, Anik Rustina menyarankan agar pengomposan dilakukan secara masal/ komunal. (*)