Gerakan Lubang Resapan SDN Sutorejo I
Surabaya- Hingga saat ini, puluhan sekolah di Surabaya masih mempunyai masalah klasik yaitu banjir yang terjadi hampir setiap tahun. SDN Sutorejo I misalnya. Sekolah yang berlokasi di Jalan Sutorejo ini mempunyai masalah lingkungan yaitu timbulnya genangan air di halaman sekolah ketika musim hujan. Genangan air ini disebabkan limpahan air hujan yang berasal dari kubangan sampah yang terletak di samping ruang kelas empat.
Salah satu upaya yang dapat dilakukan untuk mengurangi air yang menggenang ini adalah dengan memperbanyak daerah resapan air melalui pembuatan lubang resapan biopori. Selain berfungsi sebagai lubang resapan air, lubang biopori juga dapat berfungsi sebagai pengurai sampah organic menjadi kompos.
Sosialisasi tentang manfaat lubang resapan biopori inilah yang disampaikan oleh Feriyanto dan Ali Felindra, keduanya aktivis Tunas Hijau, pada kegiatan monitoring gerakan lubang resapan biopori di SDN Sutorejo I (22/5). Di SDN Sutorejo I telah dibuat sepuluh lubang resapan biopori yang tersebar di beberapa sudut sekolah. Dalam monitoring ini, kedua aktivis Tunas Hijau itu menemukan fakta bahwa lubang biopori yang ada belum termanfaatkan secara maksimal.
Oleh Ali Felindra, temuan ini disampaikan langsung kepada Tantok Prihartono guru pengajar SDN Sutorejo I. Kepada Tantok Prihartono, Ali Felindra menyampaikan bahwa lubang resapan biopori yang ada dapat dimanfaatkan sebagai media pengomposan sampah organik salah satunya adalah daun-daun kering yang banyak berserakan di halaman sekolah.
“Seharusnya lubang resapan biopori yang ada diisi dengan daun-daun kering, Pak,” tutur Ali Felindra pada Tantok Prihartono. Menyikapi temuan tim Tunas Hijau, Tantok Prihartono pun segera menyanggupi untuk mengisi lubang resapan saat itu juga. Dengan segera guru yang juga penanggung jawab program lingkungan hidup ini mengumpulkan siswa kelas III untuk mencari sampah daun kering yang banyak berserakan di halaman.
Dengan dipandu oleh Ali Felindra, daun-daun yang telah dikumpulkan kemudian dimasukkan ke dalam lubang resapan. Peserta juga diajak untuk membongkar isi satu lubang yang telah diisi sampah daun pada praktek sebelumnya. Sampah daun yang telah dimasukkan ke dalam lubang biopori sejak dua puluh hari lalu ini terlihat berwarna kehitaman. Beberapa hewan pengurai seperti cacing juga terlihat di sela-sela daun.
Ali felindra menjelaskan kepada siswa bahwa sampah daun yang dimasukkan kedalam lubang resapan akan mengalami pembusukan. “Daun-daun yang busuk ini selanjutnya akan diuraikan oleh hewan-hewan pengurai, contohnya cacing,” papar Ali kepada para siswa. Ali juga menghimbau kepada anak-anak untuk melakukan pengisian lubang resapan biopori satu kali dalam seminggu. (feri)