Urban Farming SD An Nuur Dipanen Dan Dimasak Bersama

"Pasar dadakan" yang menjual sayuran hasil urban farming SD An Nuur

Surabaya- Tidak semua anak menyukai sayuran untuk dimakan. Namun ada hal lain yang lebih mereka sukai, yaitu proses sebelum dimakan. Seperti gambaran kegiatan pembelajaran lingkungan hidup yang digelar SD Kreatif An-Nur bersama Tunas Hijau, Rabu (11/7). Dengan melibatkan lebih dari 100 siswa dan beberapa guru pendamping, Tunas Hijau mengajak mereka untuk memanen polibag-polibag tanaman yang sebelumnya mereka tanami dengan tanaman sawi yang tertata rapi di rak-rak. 

Siswa SD An Nuur dibantu aktivis Tunas Hijau melakukan panen sawi di sekolah

Sawi tersebut merupakan hasil dari penanaman sawi yang beberapa bulam lalu telah dilakukan dalam program pertanian perkotaan lahan sempit (urban farming). Aktivis Tunas Hijau Aulia Majid Udia Huda mengatakan bahwa kegiatan hari ini bertujuan untuk memberi pengetahuan kepada anak-anak tentang proses tumbuhnya sawi hingga bisa dimakan. “Kalian boleh senang karena tidak semua orang bisa melakukan seperti kalian, yaitu menanam, merawat, memanen dan mengolah sawi sendiri,” ucap Huda.

Dalam pembelajaran lingkungan hidup tersebut, siswa kelas 1 berkesempatan untuk belajar menanam sawi dengan dipandu oleh Huda. Siswa kelas 2 dan kelas 3 memanen sawi yang sudah terlihat besar. Sedangkan siswa kelas 4, 5 dan 6 belajar memasak sawi yang sudah dipanen dengan dipandu oleh guru pendamping mereka. Siti Khadijah dan Aisyah Zahra terlihat sedang asyik memegang pangkal tanaman sawi yang akan mereka panen. Keceriaan jelas tergambar pada raut muka mereka berdua. Pasalnya, memanen sawi adalah baru pertama kali mereka lakukan.

“Kegiatan hari ini seru abis, karena bisa motong-motong sawi, membersihkan sawi hasil panen. Apalagi nanti makan sawi hasil panen sendiri. Pasti nikmat,” terang Aisyah, siswa kelas 4 ini. Hal serupa diungkapkan oleh Dava Ramadhan yang baru pertama kali menanam sawi. Kata-kata kotor dan jijik jauh tergambar dari aktivitas yang dilakukan siswa kelas 3 ini. Menurutnya, kalau mau belajar harus berani kotor. “Seru bisa kotor-kotoran sambil menanam sawi. Ternyata menanam sawi itu mudah, tinggal ditanami biji sawinya,” ungkapnya.

Sementara siswa kelas 1 dan 2 sibuk menanam biji sawi, suasana berbeda terlihat saat siswa kelas 3 selesai memanen sawinya. Dengan beralaskan backdrop kegiatan, belasan siswa kelas 3 beserta guru pendamping menyulap tengah lapangan menjadi “pasar dadakan”. Hal ini disebabkan aktivitas mereka membersihkan dan memilah sawi sehingga tampak seperti layaknya pedagang yang menjajakan sawi hasil panennya.

Siswa dan guru SD An Nuur nampak memasak bersama olahan sayuran yang telah mereka panen

Noor Hikmah salah seorang guru tampak terkejut, tidak menyangka hasil panen dari 12 polibag sawi bisa menghasilkan 30 ikat sawi. “Sungguh hasil panen kali ini memang sangat banyak. 30 ikat sawi itu belum termasuk sawi-sawi layu yang tidak terpakai,” ucap Noor Hikmah. Dilanjutkan olehnya bahwa sisa hasil panen tersebut tidak akan sia-sia karena langsung diolah kembali menjadi kompos.

Bahan baku untuk demo memasak juga sudah dipersiapkan. Mulai dari terong, sawi sampai tomat sudah tertata rapi di meja. Dengan dipandu oleh Isniati, guru kelas 6, hasil panen sawi tersebut akan diolah menjadi tumis sawi dan terong krispi. Seketika itu raut muka puluhan siswa kelas 4, 5 dan 6 berubah. “Ibu, masakannya kapan matangnya?” tanya Naja Fatimah, siswa kelas 6 yang tidak bisa menahan laparnya.

Sembari menunggu masakan tumis sawinya matang, aktivis Tunas Hijau Anggriyan Permana mengajak mereka untuk bermain tebak-tebakan lingkungan seputar kegiatan mereka saat ini. “Siapa yang  tahu manfaat dari tanaman sawi? Kalau tidak tahu boleh bertanya pada guru,” tanya Anggriyan kepada mereka. Aroma wangi, sedap pun tercium hingga barisan belakang siswa. Hal tersebut menandakan masakan yang sudah matang.

Bergegas keseluruhan siswa mulai dari kelas 1 sampai kelas 6 pun berbaris rapi untuk mendapat kesempatan mencicipi hasil masakan dan hasil panennya. Sebelum berakhirnya kegiatan, Noor Hikmah mengutarakan bahwa meskipun pada awalnya mulai berantakan koordinasinya, namun setelah acara berjalan, semua baik-baik saja,” kata Noor Hikmah. Dia melanjutkan bahwa target sekolah berikutnya akan melanjutkan program urban farming dengan menanam kangkung. (ryan)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *