Workshop Sekolah Adiwiyata Bagi Guru SDN Lidah Kulon I
Surabaya- Pepohonan rindang tumbuh di SDN Lidah Kulon I, meskipun jumlahnya kurang menyebar dan perlu ditambah. “Sedangkan tanaman hias, khususnya tanaman dalam pot, jumlahnya sangat minim,” kata Septy Riza, guru SDN Lidah Kulon I, anggota kelompok diskusi keanekaragaman hayati pada workshop Sekolah Peduli dan Berbudaya Lingkungan Hidup Adiwiyata yang diselenggarakan Tunas Hijau, Rabu (5/7), di sekolah itu.
Dijelaskan Arista, guru lainnya anggota kelompok keanekaragaman hayati, bahwa upaya menambah penghijauan sekolah selalu dilakukan. Diantaranya, masing-masing siswa, setiap tahunnya, diminta membawa tanaman hias atau tanaman berkhasiat obat dalam pot untuk dipelihara di sekolah. “Namun, tanaman-tanaman itu gak pernah bisa bertahan lama di sekolah. Selang beberapa hari sesudahnya, tanaman dalam pot itu sudah raib (hilang),” ujar Arista.
Pada diskusi kelompok air dan listrik (energi) pada workshop itu, mereka menyampaikan bahwa selama ini sering ditemui pemborosan air oleh warga SDN Lidah Kulon I. “Biasanya anak-anak lupa mematikan kran air toilet ketika hendak keluar toilet, sehingga air dalam bak toilet sering meluber yang berarti pemborosan air,” ujar Nurmawati, guru SDN Lidah Kulon I anggota kelompok air dan listrik pada workshop ini.
Upaya-upaya pencegahan terjadinya pemborosan air yang akan mereka lakukan diantaranya dengan memberlakukan peraturan bahwa kran air toilet boleh dinyalakan saat bak toilet sedikit. “Yang menyalakan kran air toilet harus mematikannya sebelum meninggalkan toilet,” tambah Nurmawati. Upaya penghematan air lainnya adalahmengajak warga sekolah agar tidak membuka kran air terlalu besar saat wudhu. “Lebih lanjut, kami ingin menampung air sisa wudhu untuk menyiram tanaman,” kata Nurmawati.
Untuk penghematan listrik, sosialisasi kepada seluruh warga sekolah akan terus mereka lakukan. Diantaranya tentang pentingnya mengoptimalkan sinar matahari untuk pencahayaan ruangan saat pelajaran berlangsung. “Kami juga akan memasang himbauan hemat listrik pada setiap saklar yang ada di sekolah,” tambah Danik Indrawati, guru SDN Lidah Kulon I, anggota kelompok air dan listrik.
Sementara itu, pada diskusi kelompok sampah, dihasilkan temuan bahwa pemilahan sampah organik dan non organik yang telah diterapkan di sekolah masih belum optimalkan. “Pemilahan yang dilakukan di sekolah masih sebatas menyediakan tempat sampah dua jenis. Setelahnya, sampah kembali dicampur lagi menjadi satu,” ujar Aslichah, guru SDN Lidah Kulon I, anggota kelompok sampah.
Lebih lanjut kelompok sampah merencanakan akan mengintensifkan pemilahan dan pengolahan sampah di sekolah. Tidak hanya dengan menyediakan tempat sampah berbeda warna, tapi juga sosialisasi terus menerus kepada seluruh warga sekolah. “Pemilahan dan pengolahan sampah juga akan diorientasikan untuk mendapatkan dana untuk menunjang program lingkungan hidup di sekolah,” tambah Sri Utami, guru SDN Lidah Kulon I.
Aktivis senior Tunas Hijau Mochamad Zamroni yang menjadi narasumber workshop itu menyampaikan bahwa program lingkungan hidup di sekolah seharusnya tidak bersifat eksklusif yang hanya dilakukan oleh sedikit warga sekolah. “Tapi harus pastisipatif yang bisa menggerakkan seluruh warga sekolah,” ujar Zamroni. Dia menambahkan bahwa program lingkungan yang dilaksanakan harus berkelanjutan. (ron)