Panen Bersama Puluhan Siswa SDKr Anak Panah di Markas Tunas Hijau

Panen bersama para siswa SDKr Anak Panah di markas Tunas Hijau

Surabaya- Suasana markas Tunas Hijau seketika berubah layaknya pasar kaget, Senin (6/8). Kangkung, sawi dan terong yang baru dipanen lantas diikat rapi dan memenuhi pekarangan markas. Ini merupakan rangkaian dari program urban farming yang diselenggarakan Tunas Hijau secara rutin setiap masa panen sayur-mayur bersama masyarakat sekitar. 

Urban farming atau pertanian perkotaan menjadi salah satu program untuk mengajarkan masyarakat sekitar bagaimana cara memanfaatkan lahan kosong meskipun sempit. Cara bercocok tanam dan cara merawat tanaman yang baik dan benar juga ditekankan pada pelaksanaan urban farming ini. Maka, tidak heran bila kebun sederhana dipersiapkan khusus di sekitar pekarangan markas Tunas Hijau untuk mendukung program tersebut.

Sawi yang baru dipanen nampak diikat rapi di pekarangan markas Tunas Hijau

Pada panen bersama ini, para siswa kelas 3 SDKr Anak Panah Surabaya berkesempatan melakukan panen sayur-mayur secara langsung. Sebanyak 50 siswa dengan penuh semangat belajar tentang cara berkebun dan proses memanen tanaman organik. Dibantu oleh Wahyu Widya, pendamping dari Tunas Hijau, para siswa diberikan pemahaman tentang cara pembibitan, pemupukan hingga pemanenan. Bahkan tanpa takut kotor, siswa diajak mencoba langsung teknik pemupukan organik dan memetik sayuran yang telah siap dipanen menggunakan tangan mereka sendiri.

“Ayo, habis ini jualan sayur di Pasar Kenjeran,” ujar Elisabeth Hans, guru pendamping SDKr Anak Panah kepada para siswa saat melihat banyaknya sayur yang telah dipetik. Secara bergantian, mereka membersihkan dan mengikat sayur yang dipetik agar terlihat segar. Secara mandiri, siswa meletakkan sayur ke dalam keranjang yang telah dipersiapkan sebelumnya.

Melalui testimoni singkat, siswa senang dapat merasakan panen bersama di markas Tunas Hijau. Pengalaman yang jarang ditemui di sekolah. Linda, salah satu siswi, menyatakan dalam bahwa ia berharap dapat diajak kembali untuk panen sayur berikutnya. Tidak jauh berbeda, Vincent, siswa lainnya menyatakan ingin mencoba menanam kangkung sendiri di rumahnya. Ia bahkan berniat mengajak keluarganya untuk berkebun seperti yang dilakukan Tunas Hijau.

Sebagai kenang-kenangan, sayur yang telah dipetik diberikan kepada siswa untuk diolah di rumah. Harapannya melalui urban farming ini, siswa mendapat pemahaman akan pentingnya sayur mayur organik untuk kesehatan mereka serta dapat membagi pengalaman kepada orang lain tentang segala hal yang didapat bersama Tunas Hijau.

Menambah keceriaan, di akhir kegiatan Tunas Hijau mengajak para siswa untuk bermain congklak. Sebuah permainan yang telah ditinggalkan oleh anak-anak saat ini. Tidak mengherankan, hanya sedikit siswa yang tahu dan ingat cara memainkannya. Ini menjadi langkah pengakraban Tunas Hijau dengan peserta didik sekaligus upaya untuk menanamkan nilai-nilai positif dalam setiap kegiatannya. (indra)