Penilaian Eco Pesantren Dimulai Hari Ini

Surabaya- Selama 5 hari ke depan, lebih dari 20 pondok pesantren di Surabaya akan dievaluasi kepeduliannya pada lingkungan hidup melalui program Eco Pesantren. Pada evaluasi program yang diselenggarakan oleh Badan Lingkungan Hidup (BLH) Surabaya ini, Tunas Hijau dan Badan Lingkungan Hidup akan mengunjungi seluruh pondok pesantren yang ada. 

Di Pondok Pesantren Fatchussalam Tachfidhul Qur’an  yang berlokasi di Jalan Petukangan ini, jumlah siswa (santri) putra berjumlah 80 orang. Rata-rata santri pesantren yang khusus melakukan penghafalan Al Qur’an ini sudah lulus Aliyah atau SMA. Selama ini siswa, menurut pengasuh pondok pesantren Tachfidhul Qur’an Kyai Abdul Robich Chosim, makan dengan cara membeli di warung makan yang ada di sekitar pondok pesantren. Dengan alasan ini, maka jarang ada sampah sisa makanan.

Ajakan peduli kebersihan sering disuarakan oleh Kyai Chosim. “Yang penting adalah menjaga kebersihan, karena kebersihan adalah sebagian dari iman. Namun, tantangannya adalah selalu ada siswa atau santri pesantren baru, karena penerimaan siswa pesantren tidak sama dengan umumnya sekolah yang dilaksanakan pada bulan tertentu. Di pesantren ini, santri baru bisa bergabung kapan saja,” ujar Kyai Chosim.

Lebih lanjut, karena tidak adanya pekarangan di pesantren ini, mereka merencanakan akan memanfaatkan lantai 3 di sekitar tempat jemuran untuk ditanami dengan tanaman dalam pot-potan. Namun, Kyai Chosim menjelaskan bahwa gedung ini masih tergolong baru selesai dan belum selesai 100 persen sesuai rencana.

Di Pondok Pesantren Nurul Huda, yang berlokasi di Jalan Sencaki, terdapat dua pohon mangga yang mulai tumbuh dewasa di pekarangannya. Material bangunan juga masih menumpuk di pekarangan pesantren menandakan proses pembangunan fisik yang dilakukan oleh pesantren ini. Pesantren ini menyediakan pendidikan formal setingkat TK, SD, SMP dan SMA dengan total siswa sekitar 800 siswa. “Ada sekitar 100 orang santri yang menginap di pesantren,” ujar Syaiful Rahman.

Mereka mengaki selama ini belum pernah mendapatkan pembinaan lingkungan hidup khususnya pengolahan sampah. Sampah selama ini masih dicampur menjadi satu karena belum ada pemilahan. Namun, upaya penghematan air dan listrik sudah pernah dilakukan dan sering. “Sebab terkait dengan biaya tagihan bulan yang harus dibayar,” jelas Syaiful Rahman, kepala biro pesantren dan madrasah diniyah di pondok pesantren ini. Namun, belum nampak himbauan atau ajakan peduli lingkungan atau hemat air dan listrik yang dipasang di seluruh ruangan.

Syaiful Rahman juga mengaku belum pernah melibatkan siswa untuk melakukan penanaman pohon lagi karena minimnya lahan yang dimiliki. Sebelumnya pernah menanam pohon dengan memanfaatkan tepi jalan di sekitar pesantren. Namun, pohon itu tidak ada lagi tergusur oleh pedagang kaki lima yang berdagang di kawasan itu. Di Pesantren Nurul Huda ini, Tunas Hijau menyarankan agar sikap peduli lingkungan hidup diintegrasikan dalam aktivitas di sekolah dan pesantren.

Di Pesantren Nusantara Ma’had Tambak Bening Indonesia (PeNus MTI), delapan orang santri yang menginap di pesantren memasak makanan sendiri di kantin. Santri di pesantren ini jumlahnya sangat banyak. Namun, mereka adalah santri kajian-kajian khusus keislaman yang dilaksanakan hampir setiap hari pada waktu. “Santri pengajian Senin pagi dan Rabu pagi berbeda. Demikian juga santri hari lainnya,” ujar Abdullah Hadi, salah satu pengurus PeNus MTI.

Pemilahan sampah sudah dilakukan di pesantren ini menjadi sampah organik dan non organik. Sampah organik diolah menjadi kompos melalui media tong pengomposan dan rong biogas. Sedangkan sampah non organik atau sampah kering seringkali diolah menjadi barang bermanfaat lainnya. Kadang, sampah kering dikirim melalui gerobak sampah. Semua aktivitas dilakukan santri yang umumnya telah menyelesaikan pendidikan formal setingkat SMA.

Pesantren ini mengadakan usaha dana dengan penjualan buku, majalah, air mineral, beras organik dan produk pesantren sendiri yang lainnya. Berlokasi di Jalan Tambak Bening gang 2, nuansa peduli lingkungan sangat terasa. Di gapura gang masuk mereka, nampak banyak bibit tanaman sayuran dengan menggunakan polibag. “Tidak sedikit masyarakat sekitar yang lewat meminta tanaman itu dan kami berikan gratis,” ujar Abdullah Idrus, pengurus pesantren yang lainnya.

Menurut beberapa pengurus pesantren ini yang ditemui tim penilai Eco Pesantren dari Badan Lingkungan Hidup Surabaya dan Tunas Hijau, seringkali paradigma keliru masih dijumpai di masyarakat. “Paradigma bahwa peduli lingkungan hidup adalah bagian terpisah dari ibadah kepada Allah SWT. Padahal, misalnya menanam pohon adalah aktivitas yang mendapatkan banyak pahala dari Allah SWT,” ujar Abdullah Idrus.

Pemberian keteladanan menjadi langkah yang coba diterapkan PeNus MTI. Itulah yangmenjadi alasan pengurus dan santri pesantren ini berupaya mewujudkan kampung lokasi pesantren mereka nampak bersih dan hijau. Kebersihan bahkan nampak dari saluran air pembuangan yang ada di kampung tempat pesantren ini berada.

Sementara itu, Pondok Pesantren Darussalam, pesantren keempat yang dievaluasi, berada di dua lokasi. Khusus siswa putra berlokasi di Jalan Tambak Anakan 14-16. Sedangkan khusus siswa putri berlokasi di Jalan Tambak Madu IV/19-21 Surabaya. Pesantren ini memiliki sekolah yang merupakan tempat para santrinya menempuh jalur pendidikan formal bersama siswa non santri pesantren yang lainnya.

Begitu memasuki sekolah, beberapa siswa piket harian nampak sinuk dengan beberapa peralatan kebersihan. Tidak hanya siswa, beberapa guru juga nampak terlibat dengan aktivitas bersih-bersih di lingkungan sekolah. Setidaknya, keteladanan peduli kebersihan lingkungan sekitar dilakukan oleh guru-guru sekolah di wilayah pesantren ini. Beberapa tanaman berkhasiat obat, meskipun jumlahnya sangat minim, juga nampak dipelihara di depan pondok tempat santri menginap.

Di pesantren kelima, Tahsinul Akhlaq Bahrul Ulum yang berlokasi di Kawasan Rangkah, beberapa himbauan hemat air menjadi pemandangan tersendiri. Maklum, tempat wudhu berada di pintu masuk. Meskipun, faktanya, ada kran air yang terbuka terbuka atau aus. Sedangkan himbauan hemat listrik juga cukup banyak dipasang di sekitar sakelar listrik. Meskipun di beberapa ruangan ada lampu menyala tanpa ada aktivitas di dalamnya.

Menurut Jamilah, pengurus pesantren, pemilahan sampah sudah mulai dilakukan. namun, efektifitasnya perlu ditingkatkan. Sebagian sampah kering atau non organik diolah menjadi kerajinan. Sedangkan sampah organik dikumpulkan dalam bak sendiri. “Tidak jarang santri memanfaatkan nasi sisa untuk dijemur dan diolah menjadi krupuk.
Aktivitas menanam juga sudah dilakukan di pesantren ini, khususnya santri putri. Biasanya tanaman lombok dengan memanfaatkan pot-potan. Ada juga belimbing wuluh dan kelapa yang ditanam di tanah depan kelas,” ujar Jamilah. (ron)